@thesis{thesis, author={TAGE Arnoldus Alexandro}, title ={Makna Di Balik Ritus-Ritus Kematian Suku Embu Leja Di Dusun Tendawena – Desa Tenda Dalam Perbandingan Dengan Ajaran Katolik Tentang Kematian Dan Hidup Sesudah Kematian Serta Implikasinya Terhadap Karya Pastoral Gereja}, year={2020}, url={http://103.56.207.239/135/}, abstract={Objek kajian di dalam studi ini adalah suku Embu Leja dalam masyarakat Tendawena. Suku Embu Leja adalah subkultur masyarakat etnis Lio-Ende yang ada di Dusun Tendawena, Desa Tenda, Kecamatan Wolojita, Kabupaten Ende. Dalam lingkup wilayah tersebut, masyarakat suku Embu Leja mengembangkan satu identitas kultural yang khas. Salah satu ekspresi kultural yang khas dari masyarakat suku Embu Leja adalah pelaksanaan ritus-ritus. Ada cukup banyak ritus di dalam masyarakat suku Embu Leja. Namun dalam studi ini penulis berpusat pada makna di balik ritus-ritus kematian dalam masyarakat suku Embu Leja untuk kemudian diperbandingkan dengan pandangan Gereja Katolik tentang kematian dan hidup sesudah kematian. Di dalam Gereja Katolik, iman pada dasarnya selalu dihayati di dalam suatu konteks kebudayaan tertentu. Bertolak dari asumsi ini, problem penting yang dapat dihadapi di dalam usaha-usaha memperbandingkan kedua unsur tersebut adalah menyelaraskan suatu kehidupan budaya dengan kehidupan menggereja secara tepat sasar. Sebab, dalam proses pengaplikasiannya, usaha-usaha penyelarasan acapkali berhadapan dengan pelbagai hambatan dan rintangan yang cukup pelik. Ada bagian-bagian dari kebudayaan yang tidak sesuai dengan ajaran Gereja yang berpotensi untuk dihilangkan, adapula bagian-bagian dari kebudayaan yang sesuai, karena itu berpeluang untuk diterima, dimodifikasi, diinkulturasikan, atau diintegrasikan ke dalam Gereja Katolik. Usaha untuk menemukan perbandingan makna di balik ritus-ritus kematian masyarakat suku Embu Leja dengan ajaran Gerja Katolik tentang kematian dan hidup sesudah kematian juga merupakan bagian integral dari pengaplikasian visi Gereja yang berusaha mengedepankan peranan penting budaya dalam proses pewartaan injil, sebagaimana yang telah digariskan di dalam dalam dan melalui Konsili vatikan II. Usaha-usaha itu didasari oleh keyakinan bahwa nilai-nilai budaya dapat menginsipirasi dan meresapi iman dan tata peribadatan agama. Demikianpun sebaliknya nilai-nilai agama dapat memberi makna baru dalam aneka produk kebudayaan. Korelasi nilai-nilai inspiratif tersebut secara spesifik ditemukan di dalam kesamaan-kesamaan dan perbedaan sebagai hasil dari usaha perbandingan makna di balik ritus-ritus kematian suku Embu Leja dengan ajaran Gereja katolik tentang kematian dan hidup setelah kematian.} }