@thesis{thesis, author={JAWA Wempianus Moan}, title ={Kasus Pemerkosaan Yang Didampingi Tim Relawan Untuk Kemanusiaan (TRUK) Dalam Perbandingan Dengan Kisah Tamar Dalam 2 Samuel 13:1-22 Seturut Hermeneutika Feminis}, year={2020}, url={http://103.56.207.239/92/}, abstract={Tesis ini dikerjakan dengan tujuan untuk (1) mendeskripsikan pengalaman korban pemerkosaan yang didampingi oleh Divisi perempuan TRUK tahun 2016 hingga Juli 2019, (2) mendeskripsikan pengalaman pemerkosaan yang dialami Tamar dalam 2 Samuel 13: 1-22, (3) menemukan pesan teologis, nilai-nilai, dan pembelajaran dari kisah Tamar bagi perempuan masa kini dalam menolak pemerkosaan dan dehumanisasi pada umumnya. Deskripsi pengalaman korban pemerkosaan di TRUK diperoleh dengan menggunakan studi kasus atas 15 kasus pemerkosaan yang dilaporkan di TRUK dari 2016-Juli 2019. Berdasarkan Studi kasus tersebut, dideskripsikan beberapa hal terkait pengalaman korban pemerkosaan sebagai berikut: pertama, korban mengalami pemerkosaan dari orang-orang yang dikenal dan mengenal korban. Kedua, faktor yang mendorong pemerkosaan adalah pemenuhan hasrat seksual yang tak terkontrol dari pelaku. Pelaku memanfaatkan kondisi-kondisi seperti berada sendiraan berasama korban, tidak ada anggota keluarga lain di rumah, rumah sepi dan jauh dari pemukiman warga, untuk melakukan pemerkosaan. Ketiga, modus pelaku berupa bujuk rayu, memberikan imbalan atau uang, janji bertanggungjawab dan menikahi korban, kekerasan fisik (seperti dipukul, dicekik, dan ditarik dengan paksa) hingga ancaman pembunuhan. Keempat, korban mengalami kekerasan berlapis dalam pemerkosaan (kekerasan seksual, kekerasan fisik dan psikis). Kelima, dampak-dampak pemerkosaan berupa kehamilan yang tak diinginkan, putus sekolah, merasa malu, tidak percaya diri, merasa berdosa, kotor dan tidak suci lagi. Dampak lain pasca pemerkosaan berupa dipersalahkan, distigma dan didiskriminasi oleh orang tua, kelurga, dan masyarakat. Keenam, dalam mengahadapi pemerkosaan para korban melakukan penolakan dan perlawanan terhadap pelaku dengan berbagai cara. Penolakan dan perlawanan itu berupa ungkapan verbal, berontak, memukul dan menendang pelaku, berteriak, dan menangis. Usaha perlawanan korban ini pada titik tertentu dilemahkan oleh pelaku dengan mengunakan ancaman pembunuhan, sehingga dalam beberapa kasus, kejahatan tersebut baru terbongkar ketika korban ketahuan hamil. Dari deskripsi tentang pengalaman korban ini penulis menyimpulkan bahwa pemerkosaan merupakan dehumanisasi terhadap korban. Korban hanya dilihat sebagai objek pelampiasan nafsu. Refleksi biblis atas pengalaman Tamar dibuat dengan studi kepustakaan. Narasi pemerkosaan Tamar kemudian ditafsir dengan menggunakan hermeneutika feminis (hermeneutika kecurigaan dan kenangan) terhadap analisis historis dan analisis naratif teks 2 Samuel 13: 1-22. Ada beberapa hal yang ditemukan dari analisis teks ini: pertama, berdasarkan latar belakang historis, teks tentang narasi Tamar ditulis oleh laki-laki dari tradisi Deuteronomi (tradisi D) dalam alam budaya patriarki yang kuat. Dari sisi riwayat teks Tamar mengalami double rape. Tamar diperkosa oleh Amnon dan diperkosa secara literer oleh penulis. Teks digunakan sebagai objek untuk menjawabi dan menerangkan narasi yang lebih besar. Kedua, berdasarkan analisis naratif. Dari sisi penokohan, Tamar merupakan tokoh perempuan tunggal yang menjadi pusat perhatian lima tokoh laki-laki yang tidak mendengarkan suaranya. Tamar menjadi objek pemerkosaan Amnon dan objek konspirasi Yonadab dan Amnon. Tamar kemudian diusir oleh Amnon dan pelayannya. Lalu suara Tamar dibungkam oleh nasihat Absalom dan kemarahan Daud ayahnya. Tamar mengalami dehumanisasi berulang, diobjekan, diperkosa dan dibungkam. Dari perspektif hermeneutika kenangan, pengalaman penderitaan yang dialami Tamar diperdengarkan lagi dengan mengangkat keberani Tamar menolak pemerkosaan dan menuntut keadilan pada pelaku. Tamar menggunakan semua kekuatan yang dimilikinya untuk melakukan protes terhadap kekerasan yang dialaminya. Pesan teologis dari teks 2 Samuel 13:1-22 yakni Allah mengehendaki keadilan bagi setiap manusia. Ketidak setiaan dan ketidakadilan yang dibuat manusia mendatangkan bencana bagi manusia itu sendiri, seperti dialami raja Daud. Dalam kisah Tamar, Allah hadir dalam diri Tamar yang bertindak dan berbicara benar (bdk. Ayat 12-13). Tamar menolak pemerkosaan yang dialaminya. Allah menghendaki penghargaan terhadap pribadi manusia dan menolak pelecehan terhadap manusia. Ada tiga nilai yang ditemukan dari teks itu yakni kebijaksanaan, keberanian, dan keadilan. Dalam perbandingan kisah Tamar dan kasus pemerkosaan yang didampingi TRUK terdapat sejumlah perbedaan dan persamaan. Kedua kisah itu bersal dari waktu, tempat dan latar belakang sosial buadaya yang berbeda. Namun pengalaman penderitaan yang sama dan penolakan dengan berbagai cara atas pemerkosaan yang dialami menjadi sebuah titik temu. Baik pengalaman korban yang didampingi TRUK maupun Tamar menunjukkan bahwa pemerkosaan adalah salah satu bentuk dehumanisasi. Hal ini bertentangan dengan kehendak Allah. Oleh karena itu, dibutuhkan perjuangan bersama, baik dari perempuan korban, orang tua, keluarga, masyarakat, aparat penegak hukum, pemerintah, Gereja, serta semua semua } }