@thesis{thesis, author={BORUK Metodius Buku}, title ={Ritus Lohor Dedi Masyarakat Hewa, Flores Timur, Dalam Perbandingan Dengan Sakramen Pembaptisan Anak-Anak Gereja Katolik Dan Kemungkinan Adaptasinya}, year={2020}, url={http://103.56.207.239/99/}, abstract={Eben Nuban Timo dalam bukunya “Sidik Jari Allah Dalam Budaya” mengatakan bahwa dalam budaya suatu masyarakat tersimpan jejak atau sidik jari Allah sekalipun masyarakat itu sangat terisolir. Di dalam setiap budaya, Allah menyatakan kehadiran Ilahi-Nya. Jauh sebelum para misionaris datang ke dalam suatu masyarakat tertentu untuk memperkenalkan agama Kristen, Allah sudah lebih dahulu hadir dan bekerja dalam budaya suatu masyarakat untuk kebaikan masyarakat itu. Kehadiran dan karya Allah dalam budaya inilah yang membuat budaya suatu masyarakat memiliki kandungan nilai-nilai religius yang kaya. Salah satu budaya dalam masyarakat Flores, khususnya masyarakat Hewa yang memiliki kandungan nilai-nilai religius adalah praktik penerimaan anggota baru dalam suku dan masyarakat serta kampung melalui ritus Lohor Dedi. Penelitian ini bertujuan untuk (1) mendeskripsikan dan menjelaskan situasi masyarakat Hewa dan praktik penerimaan anggota baru dalam ritus Lohor Dedi yang dipraktikkan oleh mereka (2) melukiskan dan membandingkan praktik penerimaan anggota baru dalam ritus Lohor Dedi dan Sakramen Pembaptisan Anak-anak dalam Gereja Katolik (3) mengadaptasikan unsur-unsur dalam ritus Lohor Dedi ke dalam Sakramen Pembaptisan Anak-anak Gereja Katolik. Penulis membuat penelitian di Desa Hewa, Kecamatan Wulanggitang, Kabupaten Flores Timur. Desa Hewa merupakan wilayah bagian pantai selatan Flores Timur yang merupakan wilayah perbatasan. Budaya Hewa merupakan budaya campuran sebagai akibat dari perpaduan antara budaya Sikka dan budaya lamaholot. Desa Hewa merupakan bagian dari wilayah Paroki Kristus Raja Semesta Alam Watobuku, Keuskupan Larantuka. Subjek dari penelitian ini adalah masyarakat Hewa, tetapi penulis hanya memfokuskan diri pada beberapa informan kunci yang mengetahui dengan baik tentang ritus Lohor Dedi. Metode yang digunakan dalam penulisan karya ilmiah ini adalah metode penelitian lapangan dengan instrumen pengumpulan datanya adalah wawancara. Peneliti juga mengadakan observasi secara langsung mengenai pelaksanaan ritus Lohor Dedi masyarakat Hewa. Peneliti berpartisipasi secara langsung, melihat dan mengikuti pelaksanaan ritus Lohor Dedi. Selain menggunakan metode wawancara, penulis juga membuat studi kepustakaan. Asumsi sementara dari penulis ketika membuat penelitian ini adalah ritual penerimaan anggota baru dalam ritus Lohor Dedi yang dipraktikkan oleh masyarakat Lamaholot, khususnya masyarakat Hewa, dapat diadaptasikan ke dalam Sakramen Pembaptisan Anak-anak Gereja Katolik. Unsur-unsur dalam ritus Lohor Dedi dapat dimasukkan ke dalam liturgi pembaptisan anak-anak. Ritual ini memiliki nilai-nilai religius yang dapat memperkaya iman Kristiani. Berdasarkan hasil penelitian lapangan, studi kepustakaan disimpulkan beberapa hal. 1. Ritus Lohor Dedi sebagai upacara pelantikan seorang bayi ke dalam suku, masyarakat dan kampung tertentu memiliki beberapa kesamaan unsur dengan Sakramen pembaptisan Anak-anak dalam Gereja Katolik. Pertama, inisiasi Kristen dan inisiasi budaya setempat. Kedua upacara ini merupakan upacara pertama yang dilakukan setelah kelahiran seorang bayi. Kedua upacara ini bertujuan untuk melantik seorang bayi masuk dalam keanggotaan suku maupun Gereja. Anak-anak itu secara sah diterima masuk ke dalam kedua komunitas itu yang memiliki hak dan kewajibannya masing-masing. Kedua, kedua upacara ini merupakan upacara komunal, bukan upacara yang bersifat individu. Kedua upacara ini dihadiri oleh umat dan anggota suku serta masyarakat. Kehadiran mereka sebagai lambang persatuan dan saksi yang sah dari pelaksanaan kedua upacara ini. Partisipasi setiap pribadi yang hadir dalam upacara itu merupakan bentuk dukungan bagi perkembangan dan pertumbuhan bayi ke arah yang lebih baik. Ketiga, kedua upacara ini dilaksanakan melalui persetujuan orang tua. Orang tua yakin bahwa ritus ini penting bagi kelangsungan hidup bayi. Karena itu, upacara ini wajib dilaksanakan setelah kelahiran bayi. Tujuan dari pelaksanaan kedua ritus ini ialah agar bayi bertumbuh dengan baik dan mendapat berkat dalam seluruh perjuangan hidupnya. Apabila ritus ini tidak dilaksanakan, maka akan berakibat buruk bagi kehidupan bayi selanjutnya. Keempat, kedua upacara ini memiliki kesamaan makna religius teologis. Upacara ini bertujuan membersihkan sang bayi dari segala dosa, sehingga ia menjadi manusia baru. Ia telah bebas dari dosa dan meninggalkan manusia lamanya. Sang bayi dikukuhkan menjadi anggota baru dalam Gereja dan kampung tempat ia dilahirkan. Tujuan lain dari kedua upacara ini ialah mempersatukan semua yang hadir. Semua anggota yang hadir dipersatukan dalam nada syukur yang sama yakni mengalami berkat Allah yang berlimpah lewat penambahan anggota yang baru. Semua merasa senasib dan sepenanggungan, saling berbagi dalam suka dan duka. Pada kesempatan inilah, tampak rasa persaudaraan dan kekeluargaan. 2. Meskipun memiliki banyak kesamaan, kedua bentuk penghormatan itu memiliki beberapa perbedaan. Perbedaan-perbedaan itu anta} }