@thesis{thesis, author={MOCH. ULIN NI'AM NIM: 99373543}, title ={JIHAD DALAM LEMBAGA LEGISLATIF Dl INDONESIA}, year={2004}, url={https://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/31085/}, abstract={Jihad di legislatif adalah semangat yang harus dimiliki oleh setiap anggota legislatif di dalam memerangi segala bentuk kedhaliman yang terjadi di masyarakat seperti, perang melawan kemiskinan, kejahatan, ketidakadilan, kebodohan, korupsi, kolusi, dan sejenisnya. Beberapa ajaran Islam yang dapat dijadikan sebagai pedoman di dalam kehidupan berbangsa dan bemegara oleh legislatif, meliputi kekuasaan sebagai amanah, musyawarah untuk mencapai mufakat, prinsip keadilan sosial, prinsip persamaan, pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia, prinsip peradilan bebas, prinsip perdamaian dan keselamatan, prinsip kesejahteraan dan prinsip ketaatan rakyat. Kesembilan poin di atas terbingkai dalam semangat amar ma'ruf nahi munkar, yaitu sosialisasi, intemalisasi kebaikan, pencegahan dan penghapusan kernunkaran. Lernbaga legislatif yang mendapatkan amanah dari rakyat untuk menyuarakan aspirasinya belum sepenuhnya mempunyai semangat untuk berjihad di dalam melihat kondisi rakyat yang sebenamya, upaya untuk menegakkan keadilan dan menghilangkan kedhaliman di kalangan penguasa dan rakyat bam sekedar wacana masih banyak penindasan yang dilakukan oleh penguasa, penggusuran di mana-mana, kebodohan semakin meningkat karena mahalnya biaya pendidikan dan banyak yang lain. Dalarn hal ini penulis melihat betapa pentingnya perintah untuk berj ihad di legislatif yang merupakan perwakilan dari rakyat dengan cara beramar ma'ruf nahi munkar yang rnerupakan pemaknaan jihad pada masa sekarang. Dalam Islam amar ma'ruf nahi munkar merupakan salah satu kewajiban yang paling berat nilainya. Jihad yang selama ini kita harapkan muncul di lembaga legislatif belurn sepenuhnya dilaksanakan, seperti apa yang selama ini terjadi di legislatif, baik itu yang terjadi di pimpinan atau anggotanya, betapa masyarakat kecewa oleh ketidak disiplinan para anggota DPR dalam menjalankan tugas kesehariannya. Demikian juga, betapa kecewanya masyarakat terhadap penonjolan kepentingan materi para wakil rakyat ketimbang prestasi tugas dalam rnenyalurkan aspirasi rakyat. Kondisi semacam ini menjadi pemicu munculnya kekecewaan rakyat, parahnya kekecewaan demi kekecewaan yang terbangun menimbulkan semakin besarnya sikap apolitis di masyarakat.} }