@thesis{thesis, author={Saufika Ratna}, title ={KONSEP PEMIKIRAN PENDIDIKAN IVAN ILLICH DAN ABDURRAHMAN AN NAHLAWI : SUATU KAJIAN KOMPARATIF}, year={2010}, url={http://digilib.uinsby.ac.id/8267/}, abstract={Penelitian ini dilatarbelakangi oleh adanya kesalahkaprahan orang tua dalam hal pendidikan anaknya. Orang tua terlalu percaya dengan yang namanya lembaga pendidikan formal, sekolah. Ketika para anak-anak mereka telah menginjakkan kaki mereka di sekolah, tugas para orang tua seakan menghilang. Semakin mahalnya biaya pendidikan juga menjadi alasan. Sekolah nyatanya hanya untuk mereka pemegang uang. Bagi mereka yang berduit, mereka sanggup mengakses apapun yang diinginkan. Padahal, tingkat kemiskinan di Indonesia sungguh ironis. Banyak anak-anak dari keluarga melarat (maaf) tak mampu mengenyam bangku sekolah setinggi mungkin. Alasannya sungguh klasik, tidak ada biaya. Senyatanya, pendidikan tidaklah didapat dari lembaga formal bernama sekolah. Seluruh pengalaman kita adalah pembelajaran. Dan pengalaman adalah guru yang terbaik bagi mereka yang dapat mengambil hikmahnya. Dalam penelitian ini, permasalahan yang akan dibahas adalah (1) Apakah konsep pendidikan menurut Ivan Illich? (2) Apakah konsep pendidikan menurut Abdurrahman an Nahlawi? (3) Bagaimana persamaan dan perbedaan konsep pendidikan menurut Ivan Illich dan Abdurrahman an Nahlawi?. Penelitian ini merupakan jenis penelitian kepustakaan yakni penelitian yang dilaksanakan dengan menggunakan literature baik berupa buku, catatan maupun laporan hasil penelitian dari peneliti terdahulu. Pengumpulan data dilakukan dengan cara menelaah dan menganalisis sumber data dari referensi yang terkait dan dari telaah analisis data itu dapat dihasilkan kesimpulan. Hasil dari penelitian dapat disimpulkan bahwa : Pertama, konsep pendidikan Ivan Illich yang menawarkan gagasan tentang perlunya lembaga pendidikan alternative. Dikarenakan sekolah hanya menjadi lahan bisnis dan investigasi ekonomi semata. Sekolah mengajarkan bahwa kegiatan belajar hasil dari pengajaran. Peserta didik tidak berkemauan secara pribadi. Pembelajaran hanya sebatas banking concept yang di bungkus dalam ruang kurikulum. Tidak ada hak atau kebebasan bagi seorang peserta didik. Sedangkan an nahlawi, menggagas pendidikan yang bersumber dari al-Qur’an dan hadist yakni pendidikan Islam. Al-Qur’an yang didalamnya telah tergelar seluruh ilmu yang tersirat dan tersurat pada ayat-ayat qur’aniyah dan kauniyah. Di dalamnya telah teratur sedemikian rapi mengenai hak dan kewajiban pendidik dan peserta didik, metode-metode untuk membantu kelancaran pembelajaran. Kedua, inti dari relevansi pemikiran keduanya adalah mereka mempunyai pandangan yang sama tentang lingkungan pendidikan. Bahwa sebuah pendidikan bisa diperoleh dari lingkungan keluarga, sebagai pendidik pertama, lingkungan sekolah dengan adanya jenjang dan tahapan-tahapan sesuai dengan kemampuan peserta didik, dan lingkungan masyarakat dimana peserta didik bersosialisasi dengan sekitar.} }