@thesis{thesis, author={RAZAK SUHAIMI}, title ={GOLPUT DALAM PERSPEKTIF FIQIH OTORITATIF}, year={2010}, url={http://digilib.uinsby.ac.id/8594/}, abstract={Tesis berjudul GOLPUT PERSPEKTIF FIQIH OTORITATIF ini adalah penelitian pustaka yang bertujuan menjawab apa yang melatar belakangi rakyat melakukan golput pada pemilu dan bagaimana status hukum golput perspektif fiqih otoritatif. Mengingat penelitian ini merupakan penelitian pustaka, maka data diperoleh dari berbagai sumber primer berupa buku tentang pemilu, fikih politik, kitab tentang imamah, dan dokumen perilaku memilih baik media maupun catatan lepas, selanjutnya data tersebut diproses dengan menggunakan teori maslahah dan maqasid shar’iyah serta lima prasyarat otoritatif: kejujuran menjelaskan perintah, kesungguhan mengungkapkan rasional perintah, kemenyeluruhan data yang bertalian, rasionalitas penafsiaran dan pengendalian menjelaskan kehendak perintah Tuhan. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa rakyat Indonesia sangat artikulatif menanggapi pemilu, pilihan politik tidak hanya dengan mencoblos salah satu pasangan tertentu, namun golput juga bagian dari pilihan politik yang disebabkan oleh rasa tidak percaya terhadap elit yang diniliai tak amanah, tidak jujur, tidak adil dan bertanggung jawab. Ketidak percayaan juga terhadap sistem politik yang bukan hanya pada prosedur dan aturan main, namun juga kebijakan dan implementasi kebijakan yang tak mampu membangun demokrasi secara sehat, baik tingkat elit maupun massa, seperti ketidak berfungsian lembaga legislatif. Demkian juga terhadap, sistem pemilu yang tidak mencerminkan kemauan rakyat, serta terjadinya pasar abu-abu, serta alasan pragmatisme seperti rasa jenuh, tak kebagian money politic, sikap malas dan lebih memilih bekerja bagian dari apatisme, serta tak beresnya administrasi pemilu yang menyebabkan banyak pemilih tak terdaftar dan tak mendapatkan undangan Memilih pemimpin dilihat dari berbagai teks al-Qur’an dan hadīth bukan sebuah kewajiban. Mengikuti pemilu bagian dari hak (kebebasan) yang dijamin oleh agama sesuai porsi asasul khamsah, yaitu kemaslahatan. Memilih pemimpin merupakan aktivitas menyerahkan amanah yang harus pada ahlinya sebagaimana perintah al-Qur’an dan hadīth yang otoritasnya tak diragukan. Sebab, hanya pemimpin yang amanah yang dapat membawa kebaikan bagi rakyatnya. Sebaliknya, memilih pemimpin yang tak amanah, tak jujur dan tak adil bagian pilihan politik yang turut serta menciptakan kebobrokan yang akan mendatangkan masalah, bukan maslahah. Atas dasar tersebut, golput dalam perspektif fiqih otoritatif digolongkan sebagai hak individu yang pemenuhannya berdasarkan aspek maslahah, keadilan dan keseimbangan moralitas. Maka memaksakan memilih calon yang jelas tak adil, taka jujur dan tak betanggung jawab bagian dari penetapan yang bertentangan dengan maslahah dan maqasid shariyah dan jatuh pada otoritarianisem hukum. Golput karena tak kebagian money politic, merupakan tindakan yang dilarang (haram),selain bertentangan dengan nilai keadilan, kemaslahatan, moralitas dan maqasid shariah, juga bertolak belakang dengan prinsip-prinsip demokrasi} }