@thesis{thesis, author={Aziz Abd.}, title ={Hegemoni ekonomi budaya santet dalam masyarakat Desa Randu Alas Kecamatan Kare Kabupaten Madiun}, year={2011}, url={http://digilib.uinsby.ac.id/8929/}, abstract={Terdapat tiga fokus permasalahan yang dikaji dalam skripsi ini, yaitu; pertama, bagaimana awal mula kemunculan serta prosesi pelaksanaan budaya santet di Desa Randu Alas, kedua, bagaimana budaya santet bisa mempengaruhi kehidupan ekonomi masyarakat Randu Alas, ketiga, bagaimana santet bisa mempertajam kelas-kelas sosial dalam masyarakat Randu Alas. Dilaksanakannya penelitian ini bermaksud mengetahui awal mula munculnya serta proses pelaksanaan budaya santet di Desa Randu Alas, memahami sejauhmana budaya santet dapat mempengaruhi kondisi ekonomi masyarakat Randu Alas dan menganalisa dampak santet pada stratifikasi sosial dalam masyarakat Randu Alas. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan kualitatif yaitu, metode penelitian kualitatif analisis deskripsi. Sehingga dalam teknik penggalian data peneliti menggunakan metode observasi, wawancara mendalam, dan dokumentasi. Peneliti melihat aktifitas masyarakat yang ada di Desa Randu Alas, dengan memperhatikan informasi seputar budaya santet. Subyek penelitian ini adalah Kepala Desa, pemilik hajat dan masyarakat yang terkait. Dimana dari orang-orang tersebut dikumpulkan data bahwa embrio santet berasal dari Kecamatan Gemarang. Adalah orang Dusun Karang Agung yang mula-mula mengadopsinya. Diawali dengan santet ke kerabat dekat, perangkat desa, kemudian menyebar luas menjadi tradisi di Desa Randu Alas. Waktu penyebaran santet dilakukan satu atau bahkan dua minggu sebelum pelaksanaan hajat. Santet berpengaruh dengan kondisi perekonomian warga. Hal ini disebabkan oleh pertanian warga yang menjadi sumber pendapatan utama tidak subur dan sudah lima musim gagal panen. Sementara tradisi punjung datang berbarengan dengan sanksi moral, ini dapat dijumpai bila tidak hadir undangan tonjokan. Stratifikasi sosial juga dapat dijumpai dalam tradisi santet. Banyaknya rantang serta perbedaan isi dari masing-masing orang menjadi bukti tegas. Orang miskin hanya mampu santet antara 400-500 rantang, sedang yang melebihi dari jumlah rata-rata dianggap sebagai orang kaya. Kepala Desa mendapatkan rantang yang berbeda, masyarakat umum hanya dapat nasi dengan lauk, sedang lurah ada tambahan jajan berupa jenang dan lain-lain. Disamping itu, tak jarang derajat sosial naik pasca mengadakan hajat dengan rantangnya} }