@thesis{thesis, author={074011341 Wendy Desky R}, title ={ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PEMILIK SITUS PORNO DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG TENTANG PORNOGRAFI DAN UNDANG-UNDANG TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK}, year={2012}, url={http://digilib.unila.ac.id/10024/}, abstract={Abstrak Hadirnya media internet secara global menyebabkan siapa saja dapat mengakses situs-situs yang tersedia secara mudah. Ketentuan tentang pornografi dalam dunia maya tidak saja berupa tindak pidana penyebaran gambar-gambar yang dianggap tabu/porno untuk dipertontonkan kepada publik, melainkan juga dimanfaatkan sebagai media transaksi prostitusi secara online. Situs-situs porno tersebut juga menjual/menawarkan gambar-gambar bahkan cerita-cerita porno kepada setiap orang yang mengunjungi situs tersebut dengan pembayaran melalui transfer online. Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimanakah pertanggungjawaban pidana yang dapat dijatuhkan kepada pemilik situs porno ditinjau dari Undang-Undang Pornografi dan Informasi dan Transaksi Elektronik? dan apakah faktor penghambat dalam pertanggungjawaban pidana yang dapat dijatuhkan kepada pemilik situs porno ditinjau dari Undang-Undang Pornografi dan Informasi dan Transaksi Elektronik?. Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif, pendekatan analisis empiris karena penelitian ini berdasarkan jenisnya merupakan kombinasi antara penelitian normatif dengan empiris. Sedangkan berdasarkan sifat, bentuk dan tujuannya adalah penelitian deskriptif dan problem identification, yaitu dengan mengidentifikasi masalah yang muncul kemudian dijelaskan berdasarkan peraturan-peraturan atau perundang-undangan yang berlaku serta ditunjang dengan landasan teori yang berhubungan dengan penelitian. Metode analisis data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah analisis kuantitatif, hal ini didasarkan pada teori bahwa penelitian normatif dimana perolehan datanya lebih dominan dengan studi kepustakaan/data sekunder (meliputi hukum primer, sekunder dan tersier) metode yang diterapkan lebih tepat analisis kualitatif, sedangkan data primer hasil pengamatan dan wawancara dikualitatifkan. Hasil penelitian dan pembahasan diketahui bahwa Dalam pelaksanaan penanganan terhadap kasus cyberporn ini aparat menerapkan teknik penyelidikan dan penyidikan, yang terdiri dari beberapa tahapan. Dalam menangani kasus ini digunakan pasal 40 ayat (3) UU No. 8 Tahun 1992 untuk menjerat pelaku, karena belum adanya UU yang secara khusu mengatur tentang cybercrime dan cyberporn. Selain digunakan UU baru yaitu UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik untuk selanjutnya dilaksanakan dalam menangani kasus cyber crime. Faktor-faktor menjadi kendala dalam upaya penegakan hukum terhadap cybeporn antara lain: kurangnya kemampuan dan keterampilan aparat selaku penyelidik dan penyidik di bidang komputer ini mengakibatkan teknis penyelidikan, penuntutan dan pemeriksaan terhadap suatu perkara akan sulit dikuasai apalagi saat di pengadilan, karena menyangkut sistem yang ada dalam komputer, dimana sistem dalam komputer yang digunakan oleh pelaku cyberporn juga harus dikuasai oleh aparat penegak hukum, polisi selaku penyidik. Saran yang diberikan adalah perlunya peningkatan kapasitas kelembagaan, personil, peralatan (termasuk laboratorium forensic) sarana dan prasarana, serta pelatihan dalam pencegahan dan penanggulangan cybercrime dan cyberporn, terutama bagi aparatur penegak hukum terkait dengan di dukung oleh ahli-ahli setempat, sehingga bias membentuk kesatuan visi dan misi dan tidak terjadi perbedaan persepsi dalam setiap menangani perkara hukum. Pendekatan “self regulatory” di samping “legislasi” menjadi salah satu alternatif pendekatan dalam pencegahan dan penanggulangan cybercrime dan cyberporn dengan melibatkan berbagai kalangan, termasuk industri, dalam hal ini para pengusaha warnet sehingga tidak lagi berpikir egois dengan hanya semata-mata demi mencari keuntungan pribadi mereka rela berbuat kejahatan tanpa memikirkan akibatnya.} }