@thesis{thesis, author={MAHARANI PUTRI NANDA}, title ={ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK NYERI AKUT PADA NY. S DENGAN ARTHRITIS GOUT DI PUSKESMAS KEDUNG BANTENG BANYUMAS}, year={2019}, url={http://eprints.uhb.ac.id/id/eprint/654/}, abstract={Penyakit arthritis gout adalah peradangan sendi sebagai manifestasi dari endapan kristal monosodium urat didalam tubuh. Arthritis gout merupakan hasil akhir metabolisme dari asupan purin yaitu komponen asam nukleat yang terdapat didalam inti sel tubuh. Penyebab terjadinya penumpukan kristal di persendian mengakibatkan kandungan purin meningkat kadar urat dalam darah antara 0,5 hingga 0,75 g/ml dari purin yang dikonsumsi (Jaliana, Suhadi & Sety, 2018). Rothschild menyatakan arthritis gout merupakan penyakit yang dapat ditemukan diseluruh dunia. Prevalensi yang bervariasi tiap negara disebabkan adanya perbedaan seperti lingkungan, diet sehari-hari, dan juga karena faktor genetik (Widyanto, 2014). Penelitian National Health and Nutrition Examination Survey (NHANES) di Amerika Serikat pada tahun 2007-2008 menunjukkan prevalensi penyakit gout sebesar 3,9% dengan prevalensi hiperurisemia sebesar 21,4%. Prevalensi Hiperurisemia di Asia Tenggara lebih besar daripada di Amerika Serikat. Penelitian di Taiwan menunjukkan peningkatan prevalensi gout sebesar 4,74% dan kejadian hiperurisemia pada lansia sebesar 36% (Mulyasari & Dieny, 2015). World Health Organization mendata penderita gangguan sendi di Indonesia mencapai 81% dari populasi. Survei badan kesehatan dunia tersebut menunjukan rincian bahwa di Indonesia penyakit arthritis gout 35% terjadi pada pria usia 34 tahun ke bawah (Penioktaviani, 2017). Kasus kejadian arthritis gout di Jawa Tengah sebesar 35,7%. Kasus arthritis gout di Puskesmas Kedung Banteng Banyumas sebesar 15,7% pada bulan November-Desember 2018. Penderita arthritis gout lebih banyak perempuan dibandingkan laki-laki (Fadlilah & Sucipto, 2018).} }