@thesis{thesis, author={Mahfud Ibnun Hasan}, title ={STRATEGI ANGGOTA LEGISLATIF DALAM MEMPERKUAT HUBUNGAN DENGAN KONSTITUEN(Studi pada anggota DPRD Kabupaten Pamekasan Periode 2009-2014)}, year={2011}, url={http://eprints.umm.ac.id/31094/}, abstract={Dalam sebuah masyarakat modern, demokrasi perwakilan (representative democracy) seringkali diasumsikan sebagai metode yang paling efektif untuk melangsungkan pemerintahannya. Metode ini dianggap sebagai metode yang paling wajar. Karenanya kemudian sistem ini dianut oleh hampir sebagian besar negara-negara di dunia. Akan tetapi. persoalan yang lazim terjadi adalah pemahaman dan kecenderungan sulitnya membina hubungan antara legislator (anggota Dewan terpilih) dengan rakyat sebagai konstituen. Persoalan ini menjadi kendala komunikasi antara Dewan dengan rakyat yang diwakilinya, sehingga kecenderungan adanya pola hubungan yang semu antara anggota legislatif dengan konstituennya menjadi semakin kuat. Secara teoritis, menurut Burns (2006:142-143), menyatakan bahwa salah satu orientasi perilaku anggota legislatif dipengaruhi oleh persepsi mereka tentang bagaimana yang dirasakan oleh konstituen yang diwakilinya. Tekanan partai dan eksekutif juga berperan, tetapi ketika semua sudah dikatakan dan terlaksana, masa depan politik anggota bergantung pada bagaimana perasaan mayoritas pemilih tentang kinerja mereka. Berangkat dari pemikiran diatas, maka seharusnya relasi antara anggota legislatif dengan konstituen bisa digunakan oleh masyarakat sebagai mekanisme reward and punishment. Bagi mereka yang dianggap mampu mewakili kepentingan konstituen di daerah pemilihannya maka pada periode berikutnya akan bisa terpilih lagi, begitu juga sebaliknya apabila anggota legislatif mereka tidak mampu melaksanakan mandat keterwakilannya maka kredibilitasnya menjadi pantas untuk dipertanyakan dan tidak dipilih kembali. Sehingga dengan kondisi hubungan seperti itu akan menjadikan anggota dewan benar-benar berjuang atas nama konstituten yang diwakilinya dan akan jarang ditemui seorang anggota dewan yang secara konsisten dan sengaja memberikan suara bertentangan dengan kehendak masyarakat dari daerah pemilihannya. Dari penelitian ini diperoleh kesimpulan dalam lembaga perwakilan yang ada di Kabupaten Pamekasan, pembentukan strategi dalam melakukan penguatan hubungan dengan konstituennya juga dipengaruhi oleh latar belakang/background yang dimiliki oleh anggota dewan sendiri. Bagi anggota yang berasal dari politisi karir cenderung menjadikan konstituen sebagai sub sistem yang benar-benar penting, selain karena pemahaman mereka yang sudah agak lebih daripada anggota yang lain, tanggungjawab mereka untuk membesarkan partainya juga menjadi hal yang harus mereka jalankan, dimana salah satu cara agar partainya semakin besar adalah dengan cara "merawat" konstituen yang sudah dimilikinya. Sedangkan untuk politisi yang berlatar belakang dari orang-orang yang hanya mengandalkan kapasitas sosial dan capital lebih cenderung mennyikapi konstituen sebagai sesuatu yang pragmatis, sehingga jarang sekali mereka memperhatikan mereka kecuali pada saat menjelang pemilu. Selain itu, konstituen selama ini dimaknai sebagai alat legitimasi kekuasaan dan sumber kekuatan dalam kinerja anggota dewan. Dimana latar belakang dari legislator dan pemaknaan yang dimiliki tentang konstituen kemudian menghasilkan cara tersendiri untuk melakukan penguatan dengan konstituennya. Tapi hal tersebut tidak berlaku bagi politisi yang berangkat atas modal social dan capital. Sebab, mereka tidak memiliki strategi apapun menghadapi konstituen karena memang tidak pernah melakukan proses penguatan hubungan yang relasional dengan konstituen yang dimilikinya.} }