@thesis{thesis, author={PRASTYO RIRIK EKO}, title ={TINJAUAN YURIDIS NORMATIF TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN NEGERI BONDOWOSO NOMOR : 426/Pid.B/PN.Bdw. DALAM PEKARA TINDAK PIDANA BERLANJUT}, year={2011}, url={https://eprints.umm.ac.id/31543/}, abstract={Pembimbing : 1) Bayu dwiwiddy Jatmiko, SH., MH. 2)Emei Dwinanarhati S., SH., LLM Objek kajian dalam penulisan skripsi ini adalah tindak pidana berlanjut. Berdasarkan pasal 64 (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1961 Tentang Hukum Pidana menyebutkan bahwa jika antara beberapa perbuatan, meskipun masing-masing merupakan kejahatan atau pelanggaran, ada hubungannya sedemikian rupa sehingga harus dipandang sebagai perbuatan berlanjut, maka diterapkan satu aturan pidana; jika berbeda-beda, yang diterapkan yang memuat ancaman pidana pokok yang paling berat. Penelitian ini mengambil rumusan masalah : 1. Bagaimana Pertimbangan Hakim dalam Putusan No.426/Pid.B/2009/ PN.Bdw. dari perspektif Hukum Pidana Materiil ? 2. Bagaimana Pertimbangan Hakim dalam Putusan No.426/Pid.B/2009/ PN.Bdw. dari perspektif Hukum Pidana Formil ? Penelitian ini merupakan kategori penelitian yuridis atau penelitian hukum kepustakaan (Library Research). Adapun jenis penelitian yuridis dalam penelitian ini menggunakan jenis penelitian yuridis normatif terhadap sistematika peraturan perundang-undangan dan sinkronisasi peraturan perundang-undangan. Dari hasil penelitian ini dijelaskan bahwa penjatuhan pidana terhadap tindak pidana berlanjut dengan tindak pidana biasa tidak ada perbedaan yang secara signifikan, dimana tindak pidana berlanjut merupakan tindak pidana dengan unsur pemberat yang seharusnya dalam penjatuhan pidananya lebih berat sehingga tidak ada kepastian hukum. Sedangkan solusi hukum karena ketidakpastian hukum tersebut yakni dengan merevisi pasal tersebut dengan legislative review yang dilakukan oleh DPR, bisa pula dengan mengajukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi. Kesimpulannya, tindak pidana berlanjut merupakan suatu bentuk khusus dari suatu tindak pidana dan sistem penjatuhan pidana jika dilihat dari sistem yang digunakan dalam penjatuhan pidana yaitu sistem absorbsi. Sejak UU tersebut diundangkan menimbulkan ketidakpastian hukum. Untuk menghindarinya harus ada solusi hukumnya yakni dengan menggunakan legislative review judicial review. Kedepan harus dicarikan jalan keluar untuk mengantisipasi permasalahan yang sama. Asas-asas dan prosedur pembentukan peraturan perundang-undangan harus diperhatikan dan dipertegas lagi sehingga tidak ada lagi produk undang-undang yang dihasilkan terdapat ketidakpastian hukum yang bisa berakibat timbulnya kekacauan dan ketidak adilan dalam hukum.} }