@thesis{thesis, author={Rosalina Farisca Eka}, title ={Implikasi yuridis perubahan badan hukum baitul maal wa tamwil (BTM) menjadi bank dalam undang-undang nomor 1 tahun 2013 tentang lembaga keuangan mikro}, year={2017}, url={http://etheses.uin-malang.ac.id/10468/}, abstract={INDONESIA: Hadirnya Undang - Undang Nomor 1 Tahun 2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro adalah kejelasan terkait peraturan tentang status BMT sebagai Lembaga Keuangan Mikro. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian dengan jenis yuridis normatif. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan konseptual (conceptual approach). Kesimpulan dari penelitian ini adalah BMT dibawah naungan LKM dan jika berbentuk badan hukum koperasi maka bukan termasuk Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah (KSPPS) dibawah naungan Dinas Koperasi dan UKM namun merupakan koperasi syariah dengan bentuk tersendiri (LKM) dibawah naungan OJK. Perubahan bentuk badan hukum Baitul Maal Wa Tamwil menjadi Bank jika kegiatan usahanya melebihi 1 wilayah kabupaten/kota (pasal 27 UU LKM) berpengaruh secara kompleks terhadap semua yang berhubungan dengan kegiatan usahanya yakni wajib berubah menjadi BPRS dan tunduk pada aturan Peraturan Bank Indonesia No. 6/17/PBI/2004, dikarenakan Baitul Maal Wa Tamwil melakukan kegiatan berdasarkan prinsip syariah dan tidak dapat melakukan kegiatan dalam transaksi lalu lintas pembayaran (pasal 14 UU LKM). Aturan pasal 5 UU LKM tidak diberlakukan lagi jika berubah menjadi bank maka peraturan terkait perbankan yang diberlakukan. Pasal 2 Peraturan Bank Indonesia Nomor: 6/17/PBI/2004 Tentang Bank Perkreditan Rakyat Berdasarkan Prinsip Syariah menjelaskan Bentuk hukum suatu BPRS dapat berupa; Perseroan Terbatas, Koperasi, atau Perusahaan Daerah. Dan jika menjadi BPRS, maka hanya dapat membuka Kantor Cabang dalam 1 (satu) wilayah propinsi yang sama dengan kantor pusatnya (Pasal 37 ayat (2) Peraturan Bank Indonesia No. 6/17/PBI/2004). Saran yang dapat peneliti berikan dari hasil penelitian ini yaitu saran agar lembaga Baitul Maal Wa Tamwil segera melengkapi dan mematuhi aturan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 yang telah berlaku dengan segala peraturan yang mengikutinya. BMT wajib segera mengkonversikan dirinya menjadi lembaga bank jika kegiatannya melebihi batas kota/kabupaten atau jika tetap ingin menjadi koperasi syariah dibawah naungan dinas koperasi dan UKM bukan dibawah naungan OJK, tanpa berubah menjadi bank harus merubah nama lembaga menjadi KSPPS yang kegiatannya diperuntukkan untuk anggotanya saja, tidak dapat menghimpun dana dari masyarakat namun dapat melakukan kegiatan usaha hingga lintas provinsi. ENGLISH: Law No. 1 Year 2013 on Microfinance Organization clearly confirms what is related to the regulation of the status of Baitul Maal Wa Tamwil (BMT) as microfinance organization. This is a yuridical normative research that observed legal entity. The approach employed in this research constituted both statute and conceptual approach. It is concluded from the research that BMT as a legal entity that works under microfinance organization cannot be categorized as saving and loan cooperative and Syaria Finance (KSPPS) under the Department of Cooperatives and Small and Medium Enterprises, but it is more into sharia cooperative of microfinance organizations under the financial Services Authority (OJK). The shift from Baitul Maal Wa Tamwil Legal Entity (BMT) to a bank where the business activities take place in more than one regency/city (Article 27, Law on Microfinance Organization) significantly affects how the business is run, in which it must turn from legal entity to Sharia Rural Bank (BPRS) and comply with the regulation of Bank Indonesia No. 6/17/PBI/2004 because Baitul Maal Wa Tamwil is run based on sharia principles and does not provide services related to payment transaction (Article 14, Law on Microfinance Organization). The regulation in law, Article 5 on Microfinance Organization is no longer in effect when BMT converts to a bank, while the regulation that regulates banking policy is to be applied. In Article 2 of the Regulation of Bank Indonesia No. 6/17/PBI/2004 on Syaria-based Rural Bank, it is stated that legal entity of BPRS may involve: Limited Liability Company (PT), cooperative, or Regional Company. Sharia-based Rural Bank (BPRS) is only allowed to open branch offices within the same provinces as where headquarter is established (Article 37 Paragraph 2, Regulation of Bank Indonesia No. 6/17/PBI/2004). It is recommended Baitul Maal Wa Tamwil immediately meet the regulation of Law No. 1 Year 2013 with all the regulations that follow. Baitul Maal Wa Tamwil must immediately convert to a banking institution when the range of banking activities exceeds a city or regency or at least, without having to change to a bank, it should change its name to KSPPS in order to remain as a sharia based cooperative under the Department of Cooperatives and Small and Medium Enterprises, not under Financial Services Authority (OJK). Saving and Loan Cooperative and Sharia Finance (KSPPS) is only restricted to its members and it is unable to collect fund from communities but it is allowed t} }