@thesis{thesis, author={50160010 Wilda Prianty Simanjuntak}, title ={SUMBANGSIH KETOKOHAN HANA EMI PENGUATAN PEREMPUAN BATAK YANG MANDUL : METODE NARASI MELALUI LENSA KRITIK FEMINIS BERDASARKAN KITAB 1 SAMUEL 1:1-18}, year={2018}, url={https://katalog.ukdw.ac.id/1646/}, abstract={Figur Hana merupakan gambaran seorang perempuan sekaligus ibu yang namanya tercatat sebagai seorang perempuan mandul dalam Alkitab. Kepahitan dan kegetiran akibat kemandulannya sering dicela dan diolok oleh Penina. Sembari merenung nasib buruknya sebagai perempuan mandul Hana membawa semua kepahitan dan suasana kebatinannya kepada Tuhan dan berdoa memohon anak laki-laki dibarengi dengan menyampaikan nazarnya. Figur Hana mendobrak dinding pembatas dalam budaya serta memberikan sebuah inspirasi dan oase baru bagi perempuan Batak yang mandul dimana para perempuan mandul tersebut dipinggirkan dan bahkan dianggap sebagai aib dan mendapat kutukan karena tidak memiliki keturunan anak. Apalagi dalam budaya Batak ditentukan oleh garis patrilineal yaitu menurut garis keturunan laki-laki. Posisi anak laki-laki memegang peranan sebagai penerus garis silsilah dan pewaris tanah warisan yang notabene tanah warisan sebagai bukti identitas dari ke-akuan akan marga. Dengan demikian, melalui figur ketokohan Hana terdapat beberapa sikap keteladanan yang bisa menjadi acuan yang patut dicontoh. Awalnya Hana bungkam terhadap semua desakan akan pengolokan dirinya akibat kemandulannya. Namun pada akhirnya Hana buka suara berseru kepada Tuhan serta menyampaikan sebuah nazar yang menjadi otoritas kedirian Hana bahkan ia sendiri yang memberi nama untuk anaknya Samuel serta Hana memenuhi nazar tersebut dengan menyerahkan Samuel kepada Tuhan melalui imam Eli. Begitu juga dengan sikap Hana yang tidak reaktif dan terprovokasi untuk membalas olok-olokan Penina dengan melakukan tindakan anarkis. Malah sebaliknya Hana menyadari bahwa kemandulannya disebabkan oleh Tuhan dan akan dibukakan Tuhan pada akhirnya. Hana menyerahkan keluh kesah dan suasana kebatinannya kepada imam Eli. Setelah Hana berkeluh kesah kepada Tuhan dan berbicara dengan Eli maka Hana mendapatkan kekuatan dan semangatnya menjadi mengkristal untuk menantikan jawaban Tuhan atas dirinya. Namun dalam penantian tersebut Hana tetap setia dan percaya kepada Tuhan. Oleh karena itu, hendaknya para perempuan Batak dapat membuka suara dalam panggung budaya. Sudah saatnya para perempuan Batak turut menentukan garis kebijaksanaan dalam budaya yang pro kehidupan dan harmonisasi untuk membela keadilan bagi keutuhan manusia. Budaya dibentuk bukan untuk meminggirkan perempuan dan mengangkat harkat laki-laki setinggi-tingginya dengan mengabaikan jeritan kebatinan para perempuan mandul. Jikalau sikap perempuan mengambil jarak atau bahkan meninggalkan budaya itu berarti para perempuan melupakan akar kehidupan dimana budaya bagian dari ruang kehidupan bersama. Kiranya perempuan dan laki-laki dapat merajut kebersamaan untuk saling bersinergi dan memberikan sumbangsih konstruktif bagi generasi selanjutnya. Agar semua manusia baik laki-laki, perempuan, dan anak-anak dapat mengecap manisnya madu kebersamaan bukan sebaliknya mengecap racun yang bisa menimbulkan luka dalam mencapai harmoni kehidupan bersama.} }