@thesis{thesis, author={Yaroh Mustikawati 2151406025}, title ={MENELUSURI MAKNA SERAT SULUK KAGA KRIDHA SOPANA KARYA RADEN SASTRA DARSANA}, year={2011}, url={http://lib.unnes.ac.id/10242/}, abstract={Mustikawati,Yaroh. Menelusuri Makna Serat Suluk Kaga Kridha Sopana karya Raden Sastra Darsana. Skripsi. Program Studi Sastra Jawa. Jurusan Bahasa dan Sastra Jawa, Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Semarang. Pembimbing I Drs.Sukadaryanto,M.Hum. Pembimbing II Yusro Edy Nugroho, S.S, M.Hum Kata Kunci: Simbol, makna, ajaran, semiotik, Serat Suluk Kaga Kridha Sopana. Karya sastra Serat Suluk Kaga Kridha Sopana menghadirkan binatang sebagai bahan dari tokoh cerita. Kemunculan tokoh binatang yang diceritakan bukan hanya sebagai cermin manusia tapi juga mengandung ajaran moralitas. Terdapat beberapa binatang, yaitu burung Bango, Walang Kadhak, Cangak, Kadal. Dari beberapa binatang tersebut, memainkan sifat yang berbeda satu sama lainnya, yang kemudian memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan tindakan. Melalui simbol tokoh-tokoh binatang, karya sastra akan lebih menarik dan menyenangkan untuk dibaca. Sehingga tujuan karya sastra dapat ditersampaikan baik tersirat maupun tersurat. Sisi kehidupan tokoh dapat diambil nilai-nilai kehidupannya baik budi pekerti dan moral pada pembaca. Serat Suluk Kaga Kridha Sopana dikaji simbolnya karena ada sesuatu yang menarik, semua nama tokoh menggunakan nama binatang. Ini jelas merupakan simbol. Hal ini tidak menutup kemungkinan ada banyak simbol lain yang tersembunyi di dalamnya. Sedangkan simbol itu sediri tidak lepas dari makna. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah (1) Bagaimana simbol dan makna yang ada dalam Serat Suluk Kaga Kridha Sopana? dan (2) Bagaimana ajaran yang ada dalam Serat Suluk Kaga Kridha Sopana ? Tujuan penelitian adalah (1) Mengungkap simbol dan makna yang ada dalam Serat Suluk Kaga Kridha Sopana (2) Mengungkap ajaran yang terdapat dalam Serat Suluk Kaga Kridha Sopana. Menelusuri makna Serat Suluk Kaga Kridha Sopana dikaji dengan menggunakan teori A. Teeuw, yaitu berdasarkan kode bahasa, kode sastra, dan kode kebudayaan. Penelitian menelusuri makna Serat Suluk Kaga Kridha Sopana ini menggunakan pendekatan objektif dengan menggunakan metode struktural semiotik. Sasaran penelitian ini adalah simbol dan makna yang mengandung ajaran yang terdapat dalam Serat Rangsang Tuban. Hasil penelitian didapat bahwa, Makna simbolik Serat Suluk Kaga Kridha Sopana dapat disimpulkan dari kode-kode yang telah dianalisis di atas. Dari analisis kode bahasa ditemukan sira, ingsun, tuwan, amba, ingwang, kyai, sanak, sun. Meskipun tokoh yang memerankan hanyalah binatang tetapi mereka selalu menggunakan etika yang baik dalam bertutur kata. Dari analisis kode sastra ditemukan nama-nama yang dilambangkan dengan binatang, Bango disimbolkan sebagai lambang kelahiran bayi, dalam filosofi Jawa Warna dominan putih yang dimiliki Bango melambangkan kesucian. Kesucian disini dapat diartikan mempunyai hati yang tulus untuk dapat mencapai manunggal dengan cara menjalankan semua perintah Tuhan dan menjauhkan diri dari segala larangan tuhan. Bango menjalankan sarekat hanya sekedar mematuhi aturan dalam hidup, sarekat hanya sebagai kebutuhan hidup saja. Cangak sebagai simbol sosialisasi antar sesama dalam bahasa Jawa sering diartikan sebagai tepung rame. Sifat sosial yang dimiliki Cangak membuatnya mendekat dengan sang Pencipta. Dengan adanya sifat itu dia dapat memperbanyak mertaubat amak kebaikan jadi Cangak merupakan tokoh memuat masalah hubungan makhluk dengan sesama, makhluk dengan Tuhan. Cangak dalam menjalankan tarekat sudah sampai pada taraf gerak hidup didunia. Walang Kadhak dilambangkan sebagai kebahagiaan atau Walang Kadhak juga digunakan pemerintah sebagai simbol kepedulian sosial. Dalam filosofi Jawa, Walang Kadhak dalam Serat Suluk Kaga Kridha Sopana mempunyai sifat yang suka banyak tingkah, gerakannya paling banyak diantara kedua burung yang lain. Gerakan yang dilakukan Walang Kadhak dapat dilambangkan sebagai gerakan yang mencoba mendekatkan diri pada pencipta. Dia berusaha menuju sempurna dengan cara bergerak atau berdoa terus menerus, menyebut asma Tuhan dan mencintai-Nya. Walang Kadhak disini sebagai tokoh yang berusaha menjadi manunggal dalam tataran cara kakekat dengan menyatu dengan alam. Kadal merupakan lambang dari puncak evolusi manusia. Dalam filosofi Jawa Kadal dalam ciri fisiknya dapat dilambangkan. Sisik Kadal yang terkesan mengkilau melambangkan kalau dia selalu memancarkan cahaya yang berasal dari dalam tubuhnya, dengan adanya kilauan itu membuatnya terkesan kalau dia makhluk yang telah suci, bersih dari noda kemaksiatan. Sifat pendiam atau tidak banyak gerak yang dimiliki Kadal melambangkan kalau dia itu binatang yang ramah pada alam dan makhluk lain yang ada disekitarnya. Dalam pepatah orang Jawa padi semakin berisi semakin merunduk, begitupula Kadal, dia tidak pernah menyombongkan kapandaiannya dihadapan makhluk lain. Jadi dapat dikatakan bahwa Kadal merupakan tokoh yang telah mencapai manunggal kawula Gusti. Dia masuk dalam hubungan makhluk dengan Tuhan, hubungan makhluk d} }