@thesis{thesis, author={Hafiddin Ridwan}, title ={Peranan Nazhir Dalam Pengelolaan Dan Pengembangan Harta Benda Wakaf Di Kota Bandung Ditinjau Dari Hukum Islam Dan Undang-Undang No 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf}, year={2015}, url={}, abstract={Islam sabagai agama yang paling banyak pemeluknya di Indonesia mempunyai aset yang bisa membantu untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi masyarakat yaitu melalui wakaf. Potensi yang terdapat dalam wakaf sejatinya mampu mengurangi tingkat kemiskinan di Indonesia apabila dikelola secara baik dan produktif. Pasal 43 Undang-undang Nomor 41 tahun 2004 tentang wakaf menugaskan nazhir untuk melakukan pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf secara produktif. Dalam konteks wakaf di Kota Bandung dengan potensi luas tanah wakaf 520.789 m2 di 2.021 lokasi seharusnya mampu mengantarkan Bandung sebagai kota yang tingkat kesejahteraan masyarakat yang tinggi. Disinilah peranan nazhir sangat berpengaruh terhadap tingkat produktifitas harta benda wakaf. Penelitian ini berifat deskriptif analitis dan metode pendekatan yang dipergunakan adalah yuridis normatif. Selain itu untuk memperoleh data yang diperlukan dilakukan penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan di kota Bandung. Selanjutanya teknik pengumpulan data yang dilakukan adalah studi kepustakaan dan wawancara. Penarikan kesimpulan dari hasil penelitian yang telah terkumpul dilakukan metode analisis kualitatif Hasil pembahasan dan analisis dapat disimpulkan bahwa hukum Islam dan Undang-undang menghendaki harta benda wakaf menjadi penunjang dalam kemaslahatan serta kesejahteraan umum. Upaya yang dapat dilakukan seperti menggalakan wakaf tunai, investasi, pendidikan dan sosial, perdagangan dan lain-lain. Pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf di kota Bandung belum produktif sepenuhnya, disebabkan banyak faktor baik dari nazhir, pemerintah, masyarakat dan faktor lainnya. Peranan nazhir sangat penting karena mereka yang lebih mengetahui potensi harta benda wakaf yang diamanahkan kepada mereka. Masih banyaknya pemahaman yang keliru tentang keharusan pemberdayaan harta benda wakaf, menjadikan pengangkatan nadzir dilakukan dengan sembarangan, tanpa memperhatikan kemampuan dan kreatifitas nadzir, sehingga produktifitas harta benda wakaf tidak maksimal, hanya sebatas melaksanakan tujuan peruntukan wakaf saja.} }