@thesis{thesis, author={Wijaya Andre}, title ={Tinjauan Yuridis Tentang Pemenuhan Hak-hak Pekerja Outsourcing}, year={2020}, url={http://repositori.ukdc.ac.id/879/}, abstract={Outsourcing dibutuhkan oleh pengusaha dalam persaingan dunia bisnis sekarang ini, sehingga adanya pekerja outsourcing untuk membantu proses produksi perusahaan. Pekerja outsourcing banyak dipakai oleh perusahaan baik perusahaan swasta dan perusahaan milik negara seperti Badan Usaha Milik Negara. Hubungan kerja terjadi karena adanya perjanjian kerja. Perjanjian kerja bagi pekerja perjanjian kerja waktu tertentu dalam perjanjian kerja dapat bekerja dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun dapat diperpanjang 1 (satu) kali untuk jangka waktu 1 (satu) tahun dan dapat dilakukan pembaruan dengan jeda 1 (satu) bulan, hanya 1 (satu) kali dengan jangka waktu paling lama 2 (dua) Tahun. Maka pekerja perjanjian kerja waktu tertentu yang bekerja lebih dari batas waktu yang telah ditetapkan demi hukum status perjanjian kerja waktu tertentu berubah menjadi perjanjian kerja tidak tertentu. Perjanjian kerja antara pekerja outsourcing dengan perusahaan penyedia jasa harus memuat hak-hak pekerja outsourcing. Hubungan kerja pekerja outsourcing diatur pada pasal 65 ayat (6) dan ayat (7) dan pada pasal 62 ayat (2) a. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenegakerjaan. Pada pasal 65 ayat (8) dan pasal 66 ayat (4) adanya peralihan hubungan kerja dari perusahaan penyedia jasa kepada pemberi kerja apabila tidak terpenuhinya ketentuan dalam pasal tersebut, pada dasarnya hubungan kerja bagi pekerja outsourcing antara pekerja dengan penyedia jasa pekerja. Sehingga dengan ketidakpastian tersebut maka Mahkamah Konstitusi Nomor 27/PUU-IX/2011 menerbitkan putusan yang berisikan perajnjian kerja menggunakan perjanjian kerja waktu tidak tertentu dan adanya pengalihan kapada penyedia jasa baru (Transfer Of Undertraking Protection of Employment). Selanjutnya diterbitkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 19 Tahun 2012 Tentang syarat-syarat penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lain. Pada Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 19 Tahun 2012 mengatur bahwa perjanjian kerja harus memuat perlindungan hak-hak pekerja, apabila tidak memuat perlindungan hak pekerja, maka pekerja kerja waktu tertentu berubah menjadi perjanjian kerja waktu tidak tertentu. Pada Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No 19 Tahun 2012 membatasi jenis pekerjaan antara lain: pelayanan kebersihan, penyediaan makanan bagi pekerja/buruh, tenaga pengamanan, jasa penunjang di pertambangan dan perminyakan, penyediaan angkutan bagi pekerja/buruh. Mengenai perlindungan hak pekerja, pada Undang-Undang No 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan membahas mengenai perlindungan bagi pekerja outsourcing merupakan pelindungan upah dan kesejahteraan pekerja. Hak-hak para pekerja outsourcing pada saat adanya hubungan kerja, maka hak pekerja outsourcing memiliki kesamaan hak dengan pekerja tetap. hanya saja pada saat berakhirnya hubungan kerja, pekerja outsourcing tidak mendapatkan hak pesangon seperti hak pekerja tetap. Skripsi ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan yang masih berlaku di Indonesia sehingga untuk menemukan penjelasan terkait tinjuan yuridis pemenuhan hak-hak pekerja outsourcing} }