@thesis{thesis, author={}, title ={Permohonan Restitusi Korban Tindak Pidana Perdagangan Orang Dalam Persidangan (Studi di Pengadilan Negeri Medan)}, year={2020}, url={}, abstract={Perdagangan orang atau istilah asingnya Human Trafficking merupakan sebuah kejahatan yang salang sulit diberantas dan merupakan bentuk perbudakan modern serta pelanggaran terhadap hak asasi manusia. Kejahatan ini terus menerus berkembang secara nasional dan internasional. untuk melahirkan suatu kebijakan yang lebih baik dalam upaya memberikan perlindungan terhadap korban Tindak Pidana Perdagangan Orang agar hak-haknya dilindungi. Salah satu hak yang diberikan oleh Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang. Perlindungan adalah pemulihan hak atas korban dalam bentuk restitusi, yaitu pembayaran ganti kerugian yang dibebankan kepada pelaku baik kerugian materi; dan immaterial yang diderita korban atau ahli warisnya, berdasarkan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap. Penelitian ini untuk mengetahui pengaturan pengajuan hak restitusi oleh korban tindak pidana perdagangan orang dalam persidangan, untuk mengetahui pelaksanaan pengajuan hak restitusi oleh korban tindak pidana perdagangan orang dalam persidangan, untuk mengetahui hambatan pengajuan hak restitusi oleh korban tindak pidana perdagangan orang. Penelitian yang dilakukan adalah pnelitian yuridis empiris dengan melakukan wawancara di Pengadilan Negeri Kelas I A Khusus Medan dan didukung dengan data sekunder melalui kepustakaan dengan mengolah data dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. Berdasarkan hasil dari penelitian yang diperoleh bahwa, pengaturan permohonan restitusi oleh korban tindak pidana perdagangan orang diatur dalam Pasal 48 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007, pelaksanaan permohonan restitusi oleh korban tindak pidana perdagangan dapat dilakukan dengan dua cara pertama korban mengajukan restitusi sejak pertama kali korban melaporkan kasus pidananya ke kepolisian, kedua korban dapat memohonkan restitusi dengan mengajukan sendiri gugatan perdata atas kerugian yang dideritanya, dan hambatan dalam permohonan restitusi oleh korban tindak pidana perdagangan orang sering kali dijumpai aparat penegak hukum, Kepolisian, Jaksa, dan aparat yang terkait banyak yang tidak mengetahui tentang hak restittusi oleh korban dan tidak memasukkan restitusi tersebut kedalam BAP kerena kurangnya pemahaman dan informasi baik bagi korban maupun bagi Polisi dan Jaksa.} }