@thesis{thesis, author={}, title ={Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Pelaku Yang Memperniagakan Satwa Liar Yang Dilindungi Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati Dan Ekosistem (Analisis Putusan Pengadilan Negeri Stabat Register Nomor : 65}, year={2020}, url={}, abstract={Kejahatan terhadap satwa liar, yang didefinisikan sebagai perburuan liar, kepemilikan atau perdagangan spesies ilegal yang dilarang oleh hukum internasional dan nasional terutama didorong oleh adanya permintaan akan bagian-bagian tubuh satwa untuk digunakan sebagai obat-obat dan barang-barang konsumen. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pertanggung jawaban pidana terhadap pelaku yang memperniagakan paruh burung rangkong sebagai satwa yang dilindungi, untuk mengetahui kendala dalam mengatasi perniagaan paruh burung rangkong sebagai satwa yang dilindungi, untuk mengetahui upaya mengatasi perniagaan paruh burung rangkong sebagai satwa yang dilindungi Penelitian yang dilakukan adalah penelitian normatif, yaitu penelitian yang menggunakan peraturan perundang-undangan sebagai dasar pemecahan permasalahan yang dikemukakan. Data yang dipergunakan adalah data sekunder dan metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah Penelitian kepustakaan (library research). Analisis data yang digunakan adalah data kualitatif. Berdasarkan hasil penelitian dipahami bahwa pertanggung jawaban pidana terhadap pelaku yang memperniagakan paruh burung rangkong sebagai satwa yang dilindungi berdasarkan putusan Pengadilan Pengadilan Negeri Stabat Register Nomor 651/Pid.Sus/2015/PN. diatur dan diancam pidana dalam pasal 40 ayat (2) Jo Pasal 21 ayat (2) huruf d Undang-Undang Nomor 5 tahun 1990 tentang konservasi Sumber daya Alam Hayati dan Ekosistemnya sebagaimana dalam surat dakwaan. Hal ini menunjukkan bahwa hakim telah menjatuhkan vonis yang tepat kepada terdakwa dengan dipertanggungjawabkannya terdakwa atas perbuatannya. Kendala dalam mengatasi perniagaan paruh burung rangkong sebagai satwa yang dilindungi disebabkan berapa fakror yaitu mencakup kurangnya kualitas peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang perdagangan satwa liar yang dilindungi dan kurangnya pengetahuan para penegak hukum akan ancaman ketika terjadi banyak tindak pidana perdagangan satwa liar. Upaya mengatasi tidak hanya semata-mata ditujukan kepada upaya penal untuk tujuan penanggulangan (represif) tindak pidana perniagaan satwa liar tetapi juga ditujukan untuk upaya non penal yang berupa kebijakan sosial.} }