@thesis{thesis, author={Fahrezi Rifki Azriel and Rifki M Ihwan Nur}, title ={Pra-Desain Pabrik Dimethyl Ether Dari Gas Alam Dengan Proses Langsung}, year={2023}, url={http://repository.its.ac.id/100061/}, abstract={Program konversi minyak tanah ke LPG yang telah dijalakan sejak tahun 2007 memberikan dampak besar terhadap konsumsi LPG di Indonesia. Kebutuhan LPG pada tahun 2007 sebesar 0,33 juta ton meningkat secara signifikan hingga pada tahun 2017. Meningkatnya kebutuhan LPG akibat program koversi minyak tanah di Indonesia mendorong negara melakukan impor untuk memenuhi kebutuhan akan LPG di Indonesia. Adanya impor LPG yang dilakukan pemerintah tentunya akan mengakibatkan bebdan anggaran pemerintah semakin besar. Berdasarkan permasalahan tersebut diperlukannya pengembangan bahan bakar alternatif yang dapat menggantikan peran LPG sebagai bahan bakar. Pendirian industri DME di Indonesia menjawab akan masalah atas kebutuhan LPG. Ketersediaan bahan baku berupa gas alam yang melimpah, membuat industri DME di Indonesia memiliki prospek yang menjanjikan. Pabrik DME akan didirikan dan siap beroperasi pada tahun 2027 dengan pembelian peralatan pada tahun 2023 dan masa kontruksi selama 4 tahun (2023-2027). Lokasi pabrik direncanakan di Provinsi Kalimantan Timur, tepatnya di Kawasan Industri Kariangau, Balikpapan, Kalimantan Timur. Bahan baku utama dalam proses pembuatan DME yaitu gas alam dengan bahan baku penunjang dalam pembuatan DME berupa O2, recycle CO2, dan recycle methanol yang merupakan byproduct dari tiap proses. Penambahan CO2 ditujukan untuk mendapatkan rasio H2/CO = 1 yang merupakan rasio optimal dalam proses pembuatan DME dengan proses langsung. Kapasitas produksi DME direncanakan sebesar 625.577 ton DME/tahun. Perencanaan ini berdasarkan dari nilai produksi, konsumsi, ekspor, dan impor LPG yang diproyeksikan hingga tahun 2027. Dalam memenuhi kapasitas produksi, pabrik akan beroperasi kontinyu 24 jam sehari selama 330 hari setahun. Bahan baku gas alam yang digunakan dalam proses pembuatan DME berupa gas alam sebesar 65 MMSCFD. Proses pembuatan DME menggunakan direct process dapat diuraikan menjadi 3 tahapan proses yaitu tahap reforming, tahap sintesa DME, dan tahap purifikasi DME. Pada tahap reforming gas alam diubah menajdi syngas menggunakan alat autothermal reformer. Tujuannya untuk melakukan efisiensi karena dalam proses tersebut terjadi reaksi endotermis dan eksotermis secara bersamaan. Syngas yang dihasilkan dari proses reforming pada temperature 1200 C didinginkan dan dipisahkan kandungan CO2-nya dengan acid gas removal unit. Panas yang dimiliki syngas dapat dimanfaatkan dalam proses pembuatan steam pada unit utilitas. Syngas yang telah dipisahkan kandungan CO2-nya masuk ke dalam tahap sintesa DME, dimana syngas dialirkan ke dalam DME reactor dengan kondisi operasi temperature 250 C dan pada tekanan 50 bar dengan bantuan katalis bifungsi Cu-Al2O3-ZnO/HZSM-5. Pada tahap sintesa DME produk DME dihasilkan dengan persen konversi mencapai 90%. Produk utama berupa DME dipisahkan dengan byproduct berupa CO2, unreacted syngas, water, dan methanol. Di dalam proses purifikasi terdapat tiga proses distilasi, yaitu distilasi Syngas-DME, DME-metanol, serta metanol-air. Sedangkan untuk memisahkan syngas hanya diperlukan separator biasa dan untuk memisahkan CO2 memerlukan kolom distilasi. Kemurnian DME mencapai 98,9% liquid volume dan sudah on specification dengan peraturan ESDM. DME disimpan pada tangki berbentuk spherical pada suhu ruangan dan bertekanan 9 bar berfasa cair. Dari perhitungan analisa ekonomi dengan menggunakan metode discounted cash flow, dengan harga jual DME sebesar $800 per ton, diperoleh nilai Internal Rate Return (IRR) sebesar 21,7% dengan waktu pengembalian modal selama 3,03 tahun. Besarnya nilai IRR tersebut mengindikasikan bahwa pabrik layak untuk didirikan dengan suku bunga pinjamna sebesar 6% dan waktu pengembalian modal (pay out period) selama 5 tahun. Modal untuk pendirian pabrik menggunakan rasio 40% modal sendiri dan 60% modal pinjaman. Modal total yang dibutuhkan untuk mendirikan pabrik adalah sebesar USD 390.782.700 dan Break Event Point (BEP) pabrik berada pada angka 37,5%. ============================================================ The kerosene to LPG conversion program that has been implemented since 2007 has had a major impact on LPG consumption in Indonesia. The need for LPG in 2007 amounted to 0.33 million tons, increasing significantly until 2017. The increased demand for LPG due to the kerosene conversion program in Indonesia prompt countries to import to meet the need for LPG in Indonesia and will certainly result in an even greater burden on the government's budget. Based on these problems, it is necessary to develop alternative fuels that can replace the role of LPG as fuel and the establishment of the DME industry in Indonesia answered this problem. The abundant availability of raw materials in the form of natural gas makes DME industry in Indonesia to have promising prospects. In believing the DME plant will be established and ready to operate in 2027, purchasing of the e} }