@thesis{thesis, author={Chirsty Chirsty and Johan Gary}, title ={Mengenal Warisan Makanan Tionghoa yang Terletak di Glodok dan Sekitarnya}, year={2021}, url={http://repository.podomorouniversity.ac.id/550/}, abstract={Tugas Akhir ini menceritakan bahwa baik makanan maupun minuman khas Tionghoa yang sudah sedari dahulu, dengan keberagaman kisah dibaliknya, masih ada dan terlestarikan dengan baik. Tidak sedikit pula yang mengalami perkembangan hingga berhasil membuka beberapa cabang di luar lokasi utamanya. Peneliti melihat hingga saat ini masih ada begitu banyak harta karun warisan makanan khas Tionghoa yang tersebar di Glodok. Namun peneliti juga menemukan sejumlah besar destinasi - destinasi kuliner legendaris yang pernah dikunjungi sejak masa kecil kini telah tutup akibat perkembangan zaman serta globalisasi. Meski demikian kuliner-kuliner legendaris yang masih dapat kita temui sekarang di Glodok mampu mencuri perhatian para pengunjung dikarenakan rasanya yang khas. Mengetahui hal ini peneliti berikhtiar membuat sebuah karya storytelling dalam bentuk video yang berjudul Glodok: ?Munching History? dengan sasaran untuk memperkenalkan, melestarikan dan mempromosikan Glodok sebagai destinasi kuliner legendaris. Disamping itu juga melalui video ini peneliti berharap dapat menghidupkan kembali kisah - kisah berharga dibalik setiap warisan kuliner khas Tionghoa yang kami tampilkan. Harapan penulis melalui video ini para penonton mampu tidak hanya teredukasi tetapi juga bisa meresapi setiap cerita dibalik objek warisan hidangan khas Tionghoa yang berlokasi di Glodok dan sekitarnya.Proses pembuatan karya storytelling ini menggunakan metodologi kombinasi (triangulasi) antara metode kuantitatif dan metode kualitatif. Pada metode kuantitatif peneliti memilih untuk menggunakan metode survei. Sedangkan pada metode kualitatif peneliti menggunakan metode Ethnography yang merupakan jenis penelitian kualitatif dimana peneliti melakukan studi terhadap budaya suatu kelompok dalam wawancara. Hasil survei dan wawancara yang telah dilakukan oleh peneliti terhadap 56 responden menunjukan bahwa sejumlah 53,6% merupakan masyarakat berusia 18 - 25 tahun. Kemudian 76,8% dari 56 responden mengakui sudah pernah mengunjungi kawasan Glodok. Lalu peneliti menemukan 40 orang dari 56 responden menganggap sangat penting untuk menjaga kelestarian makanan tradisional atau makanan legendaris yang sudah berusia di atas 50 tahun. Serta sejumlah 30 orang dari 56 responden merasa sangat terbantu untuk melestarikan suatu hidangan makanan jika mengetahui sejarah atau kisah dibalik makanan tersebut. Sehingga dari sini dapat disimpulkan bahwa pembuatan video storytelling ini relevan. Implikasi yang ditemukan peneliti dari pembuatan storytelling ini adalah masyarakat menjadi lebih teredukasi serta termotivasi untuk mempromosikan dan melestarikan kisah berharga dibalik warisan kuliner Tionghoa yang terpusat di Glodok dan sekitarnya.} }