@thesis{thesis, author={IDAMAN Yosef Tavelik}, title ={Imbauan Laudato Si Terkait Masalah Kerusakan Hutan dan Implikasinya Bagi Karya Misi Gereja}, year={2021}, url={http://repository.stfkledalero.ac.id/1035/}, abstract={Salah satu bentuk krisis lingkungan hidup yang melanda planet bumi selama ini adalah kerusakan hutan. Kerusakan hutan tampak dalam bentuk-bentuk, seperti: Illegal logging, penggembalaan dan satwa liar, pembakaran hutan, dan pencurian hasil hutan. Beberapa faktor penyebab munculnya aksi perusakan hutan seperti itu, antara lain: pengaruh tindakan manusia, faktor fundamental-filosofis (antroposentrisme), kesalahan paradigma dan kebijakan pembangunan, faktor modernisasi dan teknologi, lemahnya penegakkan hukum, dan pengaruh iklan barang dan jasa konsumsi mewah dari luar negeri. Kerusakan hutan yang tampak dalam bentuk-bentuk seperti yang telah disebutkan di atas, membawa dampak negatif bagi perkembangan hidup seluruh ekosistem di bumi. Hal itu berkaitan dengan fungsi ekologis hutan. Hutan mempunyai fungsi klimatologis untuk mengatur iklim lokal dan global dan menjaga siklus perubahan cuaca. Hutan juga mempunyai fungsi hidrologis untuk menjaga daerah resapan air dan menjaga persediaan air. Kemudian, hutan juga berfungsi menjaga kualitas tanah dan vegetasi alamiah serta fungsi biologis-genetis untuk menunjang berkembangbiaknya berbagai unsur biologis dan genetis di dalamnya. Tesis ini mempresentasikan beberapa himbauan etis Gereja terkait dengan ikhtiar melestarikan hutan. Ikhtiar Gereja dalam usaha memerangi masalah kerusakan hutan bertitik tolak pada pandangan biblis yang mengungkapkan bahwa segala sesuatu yang ada di muka bumi ini adalah milik Allah (Bdk. Ul. 10;14, Im. 25:23). Manusia hanyalah makhluk kecil yang dipakai oleh Allah untuk merawat ciptaan, bukan untuk mengeksploitasinya. Beberapa segi Alkitabiah yang berbicara tentang tema lingkungan hidup kemudian dipakai oleh Paus Fransiskus sebagai dasar pandangan Ensiklik Laudato Si untuk mengecam berbagai praktik sesat manusia yang seringkali mengobjektivikasi ciptaan lain tanpa pernah merawat keutuhannya kembali. Di dalam Ensiklik Laudato Si, Paus Fransiskus mengritik berbagai tindakan yang merusak hutan. Sebab, bagi Paus Fransiskus hal itu merupakan tindakan pengabaian terhadap nilai-nilai ciptaan, kerusakan hutan mengakibatkan krisis-krisis ekologi yang lain, dan bahwa kerusakan hutan merupakan sikap pembangkangan manusia terhadap kasih Allah. Untuk itu, Paus Fransiskus menulis beberapa himbauan yang patut dilakukan oleh semua penduduk di muka bumi dalam kegiatannya memerangi krisis atau masalah kerusakan hutan. Secara khusus, Paus mengalamatkan himbauan-himbauan etis itu kepada Gereja sebagai bentuk keberpihakan dan misi kepeduliannya terhadap lingkungan hidup, khususnya misi kepedulian Gereja terhadap masalah kerusakan hutan. Himbauan-himbauan Laudato Si terhadap masalah kerusakan hutan, antara lain: Pertama, perubahan cara pandang dan perilaku manusia terhadap alam. Di dalamnya, Paus Fransiskus menekankan pentingnya kesadaran bahwa bumi ini adalah rumah kita bersama. Paus Fransiskus juga meghimbau seluruh umat untuk membangun solidaritas kosmis, melakukan pertobatan ekologis, dan menanamkan paradigma deep ecology. Kedua, keterlibatan semua pihak. Menurut Paus Fransiskus, pihak-pihak yang mesti terlibat aktif dalam usaha memerangi masalah kerusakan hutan adalah: keluarga, institusi pendidikan (sekolah dan kampus), agama-agama, lembaga sosial seperti JPIC, dan media massa. Khusus untuk konteks Gereja, cara-cara ideal yang patut diwujudkan sebagai aplikasi nyata atas himbauan Laudato Si itu adalah mengangkat kembali kearifan lokal, mengkonkretisasi usaha pemeliharaan dan perawatan lingkungan, menanamkan prinsip deep ecology dalam diri umat, Gereja harus bersaksi tentang keadilan ekologis, Gereja menggalakkan teologi pertobatan ekologis, dan mempromosikan spiritualitas relasi manusia dengan alam.} }