@thesis{thesis, author={RIDI Simplisius}, title ={Upacara Kure’ Atoni Meto Noemuti Dalam Relasi Dengan Pelaksanaan Tiga Tugas Gereja}, year={2020}, url={http://repository.stfkledalero.ac.id/169/}, abstract={Tujuan penelitian ini adalah, (1) membantu orang Noemuti guna mengenal dan memaknai budaya mereka sendiri, khususnya upacara Kure’ di Noemuti. (2) Membantu orang Noemuti memanfaatkan budaya tradisional Kure’ sebagai media dalam penghayatan akan Iman dan memaknai kehidupan menggereja, khususnya tiga tugas Gereja. Metode yang digunakan penulis dalam penulisan skripsi ini adalah metode analisis kepustakaan dan analisis penelitian lapangan dengan mengunakan wawancara lisan. Dalam tulisan ini penulis menjelaskan, bahwa kebudayaan atau tradisi merupakan hasil karya manusia yang bertujuan melestarikan nilai-nilai sosial yang dihidupi dan telah menjadi salah satu unsur yang melatar belakangi kehidupan manusia. Budaya dan manusia merupakan dua hal yang tak dapat dipisahkan. Gereja melalui Konsili Vatikan II juga mengapresiasi keberadaan budaya. Hal ini dibuat oleh Gereja dengan maksud memperluas Kerajaan Allah dan mewartakan kabar sukacita sampai ke ujung dunia. Agar tujuan tersebut tercapai, maka Gereja harus menerima budaya dalam perkembangannya. Dalam konstitusi Gaudium et Spes (GS. 53a) dikatakan bahwa penolakan terhadap budaya berarti penolakan terhadap manusia pula. Gereja mengakui bahwa hidup manusia, kodrat dan kebudayaan merupakan unsur-unsur penting dalam kebudayaan. Gereja merupakan institusi rohani yang universal mengakui keberadaan budaya dan demikian juga, Gereja menerima budaya sebagai rekan perjalanan untuk membina iman umat serta nilai kehidupan bersama. Keterbukaan Gereja ini mendorong usaha keberakaran Gereja dalam konteks (budaya dan bangsa) lokal. Gereja tidak ingin tampil sebagai suatu lembaga atau institusi asing yang ditanam pada suatu tempat, tetapi Gereja ingin membangun dirinya sebagai Gereja lokal yang hadir, terlibat dan berakar dalam konteks lokal. Gereja merasa dirinya sebagai suatu persekutuan yang mengambil bagian dalam misi penyelamatan Allah. Maka, Gereja terbuka untuk mengakui apa yang dilakukan oleh bangsa, budaya bahkan agama lain. Tindakan Gereja untuk membumikan Gereja dalam budaya lokal terleksana melalui proses adaptasi, inkulturasi, kontekstualisasi dan pembangunan teologi lokal. Usaha Gereja untuk beradaptasi ataupun menginkulturasikan nilai-nilai rohani Gerejani dalam nilai budaya terjadi demi suatu tujuan yakni keselamatan manusia serta kebaikan dan kesejahteraan hidup bersama. Upacara budaya tradisional Kure’ Atoni Meto Noemuti merupakan salah satu ekspresi nyata dari tindak lanjut Gereja ini. Upacara Kure’ sebenarnya bukan muncul dari suatu ritus tradisional asli tertentu masyarakat Atoni Meto Noemuti, melainkan suatu upacara yang dihasilkan dari penyesuaian antara budaya lama (situasi adat-istiadat yang kuat Atoni Meto Noemuti) dan budaya baru (ajaran Iman Katolik yang diperkenalkan oleh para Dominikan Katolik). Dikisahkan bahwa pada waktu itu (Noemuti dalam situasi lama sebelum adanya agama Katolik dan asih menghidupi agama adat tradisonal), Atoni Meto Noemuti memandang rumah adat sebagai sesuatu yang sentral dalam berbagai kegiatan bersama. Rumah adat dipandang sebagai rumah sakral karena di dalamnya terdapat barang-barang pusaka peninggalan para leluhur dan alat-alat perang. Selain itu, rumah adat juga dipandang sakral karena digunakan sebagai tempat melakukan berbagai ritus adat-istiadat. Pada waktu pertengahan abad 17 atau tepatnya tahun 1642, para biarawan Dominikan masuk ke Noemuti kemudian memperkenalkan ajaran agama Katolik. Dengan demikian terjadilah percampuran ritus budaya antara budaya asli masyarakat Noemuti dan ajaran Gereja Katolik. Upacara Kure’ tercipta sebagai bukti dari perpaduan antara kedua budaya dan dijadikan oleh masyarakat setempat sebagai media tradisional untuk meningkatkan kepercayaan mereka akan Allah yang yang diajarkan para dominikan waktu itu. Penulis tertarik untuk menggulas tentang upacara Kure’ sebab dalam upcara tersebut memiliki simbol, nilai, sarana yang menampilkan relasi dengan teologi Gereja, khususnya ajaran tentang tiga tugas Gereja. Berdasarkan hasil penelitian yang dijelaskan dalam tulisan ini, disimpulkan bahwa kenyataan yang terjadi antara Gereja dan budaya, terutama budaya Kure’ terdapat keterkaitan yang signifikan. Relasi keduanya memberikan kemungkinan untuk saling memperkaya dan membutuhkan demi menunjang kehidupan bersama yang baik, khususnya kehidupan menggereja di Noemuti. Bahwasannya upacara Kure’ Atoni Meto Noemuti menampilkan ilustrasi, pemaknaan dan penghayatan oleh Atoni Meto Noemuti akan peran dan tugas mereka sebagai anggota Gereja. Di dalamnya juga mereka turut memaknai berbagai nilai-nilai sakramen dan devosi yang ada dalam ajaran Katolik.} }