@thesis{thesis, author={Kartini Aprillaili Ayatri}, title ={Urgensi Pengaturan Persetujuan Pendonor Asi Sebagai Bukti Untuk Mencegah Perkawinan Sepersusuan}, year={2018}, url={http://repository.ub.ac.id/id/eprint/10006/}, abstract={Skripsi ini dilatarbelakangi dengan berlakunya Peraturan Pemerintah nomor 33 tahun 2012 tentang pemberian Air Susu Ibu Eksklusif ( PP ASI Eksklusif) sebagai peraturan pelaksana pasal 128 Undang-undang nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan terkait hak bayi untuk menerima ASI. Dalam PP ASI Eksklusif tersebut mengatur bahwa bagi setiap ibu yang berhalangan memberikan ASI Eksklusif kepada bayinya untuk memberikan ASI eksklusif tersebut melalui Donor ASI dimana hal ini dapat menimbulkan kekhawatiran akan timbulnya hubungan sepersusuan yang secara tegas oleh Undang-undang nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan (UU Perkawinan) dan Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 1 tahun 1991 tentang Penyebarluasan Kompilasi Hukum Islam (KHI) sebagai penghalang perkawinan dan alasan batalnya perkawinan. Dalam PP ASI Eksklusif tersebut dan peraturan lain yang bersangkutan tidak mengatur terkait hal-hal yang dapat dijadikan bukti adanya hubungan sepersusuan. Selama ini hakim dalam membuktikan hubungan sepersusuan menggunakan keterangan saksi, namun dalam contoh kasus yang digunakan penulis, saksi yang dihadirkan tidak mempunyai kekuatan hukum sehingga permohonan pembatalan perkawinan tersebut ditolak. Oleh karena itu, diperlukan suatu penelitian terkait urgensi adanya pengaturan persetujuan pendonor ASI sebagai bukti untuk mencegah perkawinan sepersusuan dan mengkaji hal-hal yang perlu dibahas dalam pengaturan persetujuan pendonor ASI kedepannya.Penelitian ini adalah penelitian hukum normatif dengan menggunakan Pendekatan Perundang-undangan, Pendekatan Konseptual, dan Pendekatan Kasus. Adapun bahan hukum primer dan sekunder penelitian ini, dianalisis menggunakan teknik analisis Intepretasi Gramatikal dan Intepretasi Sosiologis. Berdasarkan penelitian yang dilakukan penulis, ada beberapa alasan yang menjadikan pengaturan persetujuan pendonor ASI sebagai bukti untuk mencegah perkawinan sepersusuan urgen untuk diatur, karena berdasarkan contoh kasus yang digunakan penulis, hakim dalam pembuktian pembatalan perkawinan sepersusuan menggunakan keterangan saksi. Namun dalam putusan Pengadilan Agama Pangkalan Kerinci Nomor :15/Pdt.G/2012/PA.Pkc saksi yang dihadirkan pemohon bersifat testimoinum de auditu sehingga permohonan pembatalan perkawinan sepersusuan tersebut ditolak dan perkawinan yang diduga sepersusuan tersebut tetap berlangsung. Selain itu, pengaturan dalam PP ASI Eksklusif tersebut belum sempurna karena tidak mengatur terkait hal-hal yang dapat vi dijadikan bukti adanya hubungan sepersusuan yang timbul akibat donor ASI dan peraturan menteri yang dimaksud dalam pasal 11 ayat 4 PP ASI Eksklusif sebagai pengaturan lanjut terkait donor ASI sampai saat penulis meniliti belum diatur. Berdasarkan hal tersebut, pengaturan persetujuan pendonor ASI sebagai bukti untuk mencegah perkawinan sepersusuan kedepannya harus dibuat dalam bentuk surat pernyataan tertulis yang tidak hanya memuat identitas pendonor dengan bayi penerima ASI saja melainkan memuat identitas suami pendonor, orang tua pendonor, anak pendonor, saudara pendonor, Anak sesusuan baik kandung, seayah ataupun seibu, dan identitas bayi lain yang sama-sama menyusu dengan ibu pendonor. Selain itu juga mengatur bahwa instansi yang berwenang mengawasi kegiatan donor ASI adalah Dinas Kesehatan baik tingkat provinsi maupun kabupaten/kota sehingga kedepannya aplikasi atau website penyedia jasa donor ASI haruslah didasarkan pada izin dan pengawasan Dinas Kesehatan.} }