@thesis{thesis, author={Ambar Rocky Marciano}, title ={Kajian Yuridis Pengesampingan Pasal 1266 Dan Pasal 1267 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Sebagai Syarat Batal Dalam Perjanjian Kredit Perbankan}, year={2017}, url={http://repository.ub.ac.id/id/eprint/9419/}, abstract={Bank dalam perjanjian kredit lebih menggunakan perjanjian kredit yang bersifat baku “standard contract”, penggunaan perjanjian baku atau “standard contract” dalam perjanjian kredit perbankan dilatarbelakangi pada 2 (dua) hal, (1) Adanya kedudukan (berganing position) yang tidak seimbang antara bank dan debitur, bank memiliki posisi yang lebih dominan dibandingkan dengan debitur. (2) Adanya pemahaman berlakunya asas kebebasan berkontrak secara mutlak tanpa batas dimana bank memiliki kekebasan mutlak untuk menetukan bentuk dan isi perjanjian. Sehingga bank dapat dengan leluasa untuk menentukan bentuk dan isi perjanjian termasuk dalam klausul syarat batal wanprestasi diatur mencantumkan mengesaampinkan Pasal 1266 dan Pasal 1267 KUHPerdata dalam perjanjian. Sedangkan ketentuan Pasal 1266 KUHPerdata mengatur bahwa dalam hal wanpretasi pembatalan perjanjian harus dimintakan kepengadilan dan hakim melalui putusan pengadilan dapat menetukan jenis-jenis ganti rugi bagi para pihak. Berdasarkan latarbelakang tersebut, maka adapun menjadi rumusan masalah penulisan adalah (1). Apakah pencantuman klausula pengesampingan Pasal 1266 dan Pasal 1267 KUHPerdata dalam perjanjian kredit perbankan telah memenuhi asas keseimbangan dan keadilan. (2) Bagaimana implikasi yuridis pencantuman klausula yang mengesampingkan Pasal 1266 dan Pasal 1267 KUHPerdata dalam perjanjian kredit perbankan terkait dengan hak debitur dalam proses penyelesaian wanpretasi sebagai syarat pembatalan perjanjian. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian Yuridis Normatif dengan pendekatan penelitian Pendekatan Undang-Undang (statute approach), Pendekatan Historis (historical approach), Pendekatan Konseptual (conceptual approach). Hasil dari penelitian ini adalah Pengesampingan Pasal 1266 dan Pasal 1267 KUHPerdata yang mengatur syarat batal wanprestasi dalam perjanjian dan ganti rugi adalah bertentangan dengan asas keadilan dan asas keseimbangan. Asas keadilan dan asas kesimbangan harus dipahami sebagai fairness, dalam arti “kesetaraan kedudukan dan hak” bukan dalam arti “kesamaan hasil” yang dapat diperoleh semua orang, dengan kata lain keadilan sebagaimana dimaksud adalah keadilan yang memberikan suatu jaminan atas kesetaraan kedudukan dan hak antara bank selaku kreditur dengan individu sebagai debitur dalam perjanjian kredit perbankan. Sedangkan untuk Implikasi yuridis pencantuman klausula yang mengesampingkan Pasal 1266 dan Pasal 1267 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dalam perjanjian kredit perbankan terkait dengan hak debitur dalam proses penyelesaian wanpretasi sebagai syarat pembatalan perjanjian adalah v menghapus hak-hak hukum debitur dalam mencari keadilan serta hak-hak debitur untuk dapat melakukan gugatan dalam bentuk ganti rugi pada pengadilan atas kerugian debitur yang ditimbulkan sebagai akibat dari perbuatan bank selaku kreditur. Prinsipnya, Pasal 1266 KUHPerdata ini ingin memberikan suatu kewajiban (mau tidak mau) bahwa bagaimanapun para pihak mengatur suatu perjanjian timbal-balik (das Sein), namun apabila berkaitan dengan batalnya perjanjian sebagai akibat wanprestasi, perjanjian tersebut harus tunduk pada ketentuan Pasal 1266 KUHPerdata (das Sollen). Kewajiban yang tidak dapat ditawar-tawar sebagaimana diatur dalam Pasal 1266 KUHPerdata artinya, ada atau tidaknya klausula mengenai batalnya perjanjian sebagai akibat wanprestasi, maka ketentuan yang berlaku adalah ketentuan Pasal 1266 KUHPerdata tersebut.} }