@thesis{thesis, author={Arimbi Astari Diah}, title ={Pertanggungjawaban Perdata Dari Developer Terhadap Pemilik Satuan Rumah Susun Guna Memenuhi Kewajiban Dalam Penerbitan Sertifikat (Studi Kasus Apartemen Kc Jakarta)}, year={2017}, url={http://repository.ub.ac.id/id/eprint/9481/}, abstract={Indonesia sebagai negara yang berpenduduk padat dan berbentuk kepulauan mempunyai wilayah perairan lebih besar dari pada daratan berupa tanah, dalam hal ini tanah merupakan hal yang menimbulkan masalah dan dapat menjadi pemicu utama terjadinya sengketa. Bisa dikatakan bahwa tanah memegang peranan utama dan pertama dalam rangka meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat. Untuk memenuhi kebutuhan tempat tinggal di masyarakat untuk saat ini dapat dilakukan dengan berbagai macam cara, salah satunya yaitu dengan melakukan pembangunan residential yang berupa bangunan bertingkat. Hal ini diharapkan sebagai solusi dalam pemecahan masalah mengenai kurangnya hunian ditengah- tengah penduduk padat di kota besar kebutuhan akan tempat tinggal terutama di daerah kota – kota besar, masyarakat yang padat tersebut biasanya disebut dengan kaum urban. Dalam proses jual beli satuan rumah susun yang untuk proyek yang sedang dalam proses pembangunan semakin meningkat. Bahkan yang terjadi jual beli satuan rumah susun ini dilakukan pada saat bangunan rumah susun masih berada dalam tahap gambar. Pelaksanaan jual beli satuan rumah susun yang seperti itu dilakukan dengan cara memesan terlebih dahulu atas unit yang akan dibeli, yang kemudian dituangkan dalam perikatan pendahuluan atau perikatan jual beli atau yang lebih dikenal dengan sebutan perjanjian pengikatan jual beli (“PPJB”). Adapun tujuan dari pengikatan jual beli tersebut adalah untuk mengamankan kepentingan penjual (perusahaan pembangunan perumahan dan permukiman) (“Pengembang”) dan calon pembeli satuan rumah susun (“Konsumen”), hal ini v kemudian dikenal dengan strategi pemasaran yang disebut dengan istilah “pre project selling”, yaitu cara penjualan properti yang dilakukan oleh developer sebelum bangunan fisik satuan rumah susun selesai dibangun. Adapun masalah yang timbul di kemudian hari bisa berupa gagalnya pemenuhan kewajiban dari pihak pengembang untuk menerbitkan sertifikat atas satuan rumah susun, hal ini dapat terjadi karena ada ketidak sesuaian antara rencana awal pembangunan apartemen dengan Izin Mendirikan Bangunan yang di terbitkan oleh dinas terkait, ada juga masalah yang terjadi karena terlambatnya diurus akta pertelakan apartemen dimana seharusnya akta tersebut diurus jauh sebelum satuan unit dari apartemen mulai dilakukan pembangunan, tidak keluarnya Sertifikat Layak Huni, ataupun pembangunan Kompleks Apartemen di daerah yang seharusnya tidak boleh dilakukan pembangunan karena akan dipergunakan untuk lahan hijau. Berdasarkan penelitian di lapangan yang di dapat oleh penulis masalah yang dialamin oleh penghuni KC adalah gagalnya pemenuhan janji dalam penerbitan satuan rumah susun karena hingga saat ini pihak developer satuan rumah susun masih menjaminkan sertifikat induk satu hamparan tanah yang menjadi tempat pembangunan KC, belum disahkannya atka pertelakan satuan rumah susun karena terdapat perbedaan gambar di akta pertelakan dengan bangunan di lapangan hal ini cenderung diabaikan oleh pengembang dikarenakan pengembang lebih memperhatikan aspek ekonomi dari pada aspek yuridis, di dalam Perjanjian Pengikatan Jual Beli sendiri tidak dibahas mengenai sanksi administratif maupun pengantian bila yang melakukan kesalahan adalah pihak pengembang satuan rumah susun sangat berbeda sekali dengan apa yang dialami pemilik satuan rumah susun bilamana mereka melakukan kesalahan maka pihak pengembang langsung dapat memberikan sanksi sesuai yang sudah di perjanjikan hal ini terjadi karena di dalam Perjanjian Pengikatan Jual Beli sendiri tidak diatur untuk sanksi bagi pihak pengembang satuan rumah susun.} }