@thesis{thesis, author={Damar Antike Ayu Firdausy}, title ={Batasan Hukum Terhadap Fungsi Pemantauan Dan Pelaporan (Ascertaining) Bagi Pejabat Diplomatik}, year={2018}, url={http://repository.ub.ac.id/id/eprint/9691/}, abstract={Perkembangan hubungan antar negara tidak terlepas dari peran para pejabat diplomatik yang dikirim oleh Negara Pengirim (Sending State) untuk menjalankan tugas-tugasnya di Negara Penerima (Receiving State). Hukum Diplomatik diatur oleh suatu peraturan tertulis yaitu Konvensi Wina 1961. Dalam konvensi tersebut diatur ketentuan umum mengenai hubungan diplomatic, termasuk tugas dan fungsi pejabat diplomatik. Salah satu fungsi pejabat diplomatik adalah fungsi pemantauan dan pelaporan (ascertaining). Dimana para pejabat diplomatik wajib memperoleh atau memantau informasi mengenai kondisi-kondisi dan perkembangan-perkembangan di Negara Penerima dengan cara-cara yang sah atau cara yang dibenarkan oleh hukum, dan melaporkannya. Namun, fungsi ascertaining yang tercantum di Pasal 3 Ayat (1) huruf d Konvensi Wina 1961 ini memberi celah kepada pejabat diplomatik untuk melakukan pelanggaran atau tindakan yang tidak sah, salah satunya adalah spionase. Karena belum adanya regulasi mengenai sejauh mana batasan itu harus diteteapkan. Sehingga dalam penelitian ini akan dikaji dan dianalisis apa batasan ‘cara sah’ oleh pejabat diplomatic berdasarkan konsep norman yang diambil dalam beberapa peraturan yang telah mengatur mengenai spionase. Unsur yang menjadi pembatas sesuai isi pasal 3 ayat (1) huruf d adalah bahwa informasi harus diperoleh dengan cara-cara yang sah berdasarkan hukum dan kebiasaan internasional yang berlaku. Selain itu jenis informasi yang diperbolehkan untuk dilaporkan adalah informasi mengenai kondisi yang bertujuan untuk melindungi kepentingan negara dan warga Negara Pengirim contohnya Travel Warning. Dan perkembangan yang dipantau secara berkala oleh diplomat, contohnya dalam bidang perdagangan, pendidikan, ekspor-impor, pariwisata, dan lain-lain. Selanjutnya diperlukan adanya kajian lebih dalam dan pengubahan berbentuk amandemen terhadap Konvensi Wina 1961 khususnya Pasal 3 yang mengatur tentang fungsi ascertaining, karena konvensi wina sendiri yang dirasa kurang mampu mengikuti perkembangan hukum internasional yang dinamis, juga agar mempersempit celah terjadinya pelanggaran seperti spionase yang dilakukan oleh pejabat diplomatik.} }