@thesis{thesis, author={Roesardhyati Ratna}, title ={Perbedaan Akurasi Skor Risiko Timi, Grace Dan Killip Sebagai Prediktor Prognosis Pada Pasien Sindrom Koroner Akut St-Elevation Myocard Infarction Di Rsud Dr. Iskak Tulungagung}, year={2018}, url={http://repository.ub.ac.id/id/eprint/9905/}, abstract={Sindrom Koroner Akut (SKA) dengan ST-Elevation Myocard Infarction (STEMI) merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas di seluruh dunia, terutama di negara-negara maju. Faktor risiko yang begitu banyak pada pasien SKA membutuhkan perawatan yang lama dan pengobatan yang terfokus. Stratifikasi risiko tersebut berperan penting dalam membantu prediksi luaran klinis atau sebagai prognosis pada pasien SKA. Prognosis pasien STEMI ditunjukkan dengan Length of Stay (LOS) yang merupakan jumlah hari lama rawat pasien STEMI di ICCU. Saat ini terdapat beberapa skor yang digunakan sebagai prediktor mortalitas pada STEMI, beberapa diantaranya ialah Thrombolysis in myocardial infarction (TIMI), Global Registry of Acute Coronary Events (GRACE) dan Killip. Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan desain penelitian observasional analitik dengan rancangan cohort retrospektif pada rekam medis pasien. Lokasi penelitian di RSUD dr. Iskak Tulungagung. Jumlah sampel adalah 125 data rekam medis. Pengumpulan data dilakukan pada rekam medis pasien yang telah dirawat di ICCU selama 6 bulan terakhir. Uji Spearman digunakan untuk melakukan analisis bivariat antara variabel independen dan variabel dependen. Rekam medis dipilih berdasarkan kriteria inklusi yang ditetapkan oleh peneliti. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan lembar observasi penelitian berdasarkan parameter TIMI, GRACE dan Killip. Hasil uji Spearman menunjukkan bahwa TIMI memiliki hubungan yang signifikan dengan LOS pasien STEMI di ICCU (p=0.000) dengan besar korelasi r=0.336. Skor risiko GRACE memiliki hubungan yang signifikan dengan LOS pasien STEMI di ICCU (p=0.000) dengan besar korelasi r=0.510. Killip menunjukkan hubungan yang signifikan dengan LOS pasien STEMI di ICCU (p=0.003) dengan besar korelasi r=0.260. Berdasarkan data tersebut, skor viii GRACE memiliki koefisien korelasi (r) paling besar dibandingkan dengan skor TIMI dan Killip. Prediktor GRACE menghasilkan skor lebih tajam pada faktor risiko dibanding prediktor TIMI. Data-data yang dibutuhkan dalam pengisian TIMI merupakan data dasar yang rutin dilakukan pemeriksaan sehari-hari. Dalam penggunaan TIMI tersebut kurang memperhatikan tingkat kompleksitas pengukuran, sehingga memiliki akurasi lebih kecil dibanding GRACE. Akurasi prediktor Killip dalam pengukuran kondisi pasien dirasa kurang baik. Hal tersebut dikarenakan terdapat beberapa gejala atau kondisi gagal jantung yang tidak dapat terdeteksi. Temuan ini memungkinkan untuk digunakan dalam skrining identifikasi pasien STEMI yang berisiko tinggi sebelum melakukan tindakan invasif. Sering kali pasien menerima trombolisis di rumah sakit dan memilih PCI di kemudian hari, sehingga prediktor GRACE dapat digunakan untuk menghindari penundaan yang tidak tepat tersebut Kelebihan GRACE dibandingkan TIMI dan Killip, yaitu GRACE merupakan model skoring pertama yang mencakup seluruh aspek SKA. Hal tersebut merupakan poin yang penting, dikarenakan pasien SKA tidak hanya sulit untuk dikategorikan berdasarkan waktu terjadinya penyakit dan cepatnya perubahan yang terjadi pada satu kategori ke kategori lainnya. Kedua, terdapat variabel serum creatinine yang memberikan informasi yang dipercaya dapat memberikan prognosis yang akurat. GRACE memiliki akurasi yang baik ketika digunakan selama di rumah sakit maupun ketika follow up di rumah. Kesimpulan dalam penelitian ini adalah setiap skor risiko TIMI, GRACE dan Killip memiliki hubungan signifikan dengan prognosis (LOS) pasien STEMI di ICCU. Skor risiko yang memiliki korelasi paling kuat dengan LOS pasien STEMI di ICCU ialah GRACE. Skor GRACE dapat mengukur aspek yang lebih kompleks dibandingkan TIMI dan KiIlip dikarenakan memiliki parameter yang tidak dimiliki skor risiko lainnya yaitu serum creatinin dan peningkatan marka jantung. Serum creatinine dapat mengukur prognosis pasien SKA secara independen, tetapi pada prakteknya sering diabaikan dengan tidak dilakukan pemeriksaan pada hari ketiga di rumah sakit.} }