@thesis{thesis, author={Sae’an (NIM. 4010721017)}, title ={Implementasi perlindungan hutan dan penanggulangan kejahatan kehutanan ditinjau dari Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang kehutanan di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung}, year={2010}, url={http://repository.ubb.ac.id/1100/}, abstract={Indonesia dianugerahi kekayaan alam yang beraneka ragam oleh Tuhan Yang Maha Esa baik yang bersifat hayati maupun non hayati salah satunya tipe hutan tropis yang tersebar hampir diseluruh wilayah Indonesia. Provinsi Kepulauan Bangka Belitung memiliki luas kawasan hutan 657.510 Ha atau 40,03 % dari luas daratan yang terdiri dari Hutan Produksi (HP) 466.090 Ha ( 28,38 % dari luas daratan), Hutan Lindung (HL) termasuk hutan lindung pantai 156.730 Ha (9,54 % dari luas daratan) dan Hutan Konservasi (HK) 34.690 Ha (2,11 % dari luas daratan) sehingga memiliki potensi yang sangat startegis untuk diolah dan dimanfaatkan secara optimal, tetapi kenyataanya keadaan ini justru menimbulkan berbagai macam konflik kehutanan yang disebabkan oleh penambangan liar, perkebunan dan penebangan liar yang dilakukan dalam kawasan hutan. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui bagaimana peran Bidang Rehabilitasi Hutan, Lahan dan Perlindungan Sumber Daya Alam Dinas Kehutanan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung dan penerapan sanksi pidana terhadap pelaku kejahatan kehutanan di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara dan studi pustaka. Bidang Rahabilitasi Hutan, Lahan dan Perlindungan Sumber Daya Alam Dinas Kehutanan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung memiliki peran strategis dalam memberikan perlindungan hutan dan penanggulangan kejahatan kehutanan dengan melalui kegiatan-kegiatan penyuluhan kehutanan, operasi pengamanan hutan, penyelesaian kasus kehutanan, pengendalian kebakaran dan survey potensi kawasan hutan. Namun, terdapat beberapa hambatan dalam perlindungan hutan dan penanggulangan kejahatan kehutanan seperti minimnya sumber daya manusia, sarana dan prasarana, jumlah alokasi dana yang minim dan kelemahan-kelamahan peraturan perundang-undangan. Penerapan sanksi pidana kehutanan masih lemah, hal ini karena dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan tidak mengatur tentang pidana minimum khusus dan kejahatan kehutanan yang dilakukan oleh badan hukum atau badan usaha hanya dikenakan kepada pengurusnya, sehingga tidak menimbulkan efek jera. Pengaturan perbuatan seperti kejahatan kehutanan juga diatur dalam peraturan perundang-undangan lain.} }