@thesis{thesis, author={Jaka Maulana}, title ={Penerapan Pasal 27 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik Dalam Perspektif Hak Asasi Manusia}, year={2016}, url={http://repository.ubharajaya.ac.id/916/}, abstract={Kata Kunci : Hak Asasi Manusia, Kebebasan Berpendapat, Penghinaan dan Pencemaran Nama Baik. Pada dasarnya negara menjamin kebebasan setiap orang untuk memperoleh informasi dan menyatakan pendapat, namun kebebasan tersebut tidak menghilangkan kewajiban bagi negara untuk melindungi setiap warga negara dari perbuatan-perbuatan yang merendahkan derajat dan martabat manusia sebagaimana termuat di dalam konstitusi. Salah satu kasus yang sering terjadi berkaitan dengan pelaksanaan hak atas kebebasan berpendapat adalah tindakan penghinaan dan pencemaran nama baik. Adanya aturan yang membatasi penggunaan hak atas kebebasan berpendapat sebagaimana diatur di dalam Pasal 27 ayat (3) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) menimbulkan anggapan bahwa pembatasan hak atas kebebasan berpendapat di era demokrasi seperti saat ini adalah suatu bentuk pelanggaran terhadap hak asasi manusia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penerapan Pasal 27 ayat (3) UU ITE dalam menyelesaikan perkara penghinaan dan pencemaran nama baik guna mengetahui batasan-batasan perbuatan yang dapat diklasifikasikan sebagai penghinaan dan pencemaran nama baik. Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa KUHP tidak memuat pengertian dan penjelasan secara lebih lanjut tentang penghinaan dan pencemaran nama baik, namun berdasarkan tafsir sitematis dapat ditarik pengertian umum tentang penghinaan dari rumusan-rumusan tindak pidana penghinaan di dalam KUHP, yaitu ?menyerang kehormatan atau nama baik seseorang? . Disimpulkan, bahwa dalam penerapannya, Pasal 27 ayat 3 UU ITE tidak bias dilepaskan dari genusnya yaitu norma-norma hukum pidana mengenai penghinaan dan pencemaran dalam KUHP. Namun KUHP sendiri tidak memberikan pengertian dan batasan yang jelas mengenai penghinaan dan pencemaran nama baik. Hal ini membuat pengertian mengenai penghinaan menjadi sangat subjektif. Berdasarkan hal tersebut, diharapkan pembuat undang-undang mampu memberikan batasan-batasan yang lebih jelas dan tegas tentang perbuatan yang dapat dianggap sebagai penghinaan dan pencemaran nama baik.} }