@thesis{thesis, author={Mamanua Rudy Efendy}, title ={Analisis Yuridis Peran Otoritas Jasa Keuangan Dalam Kepailitan (Studi Kasus : PT. Asuransi Jiwa Kresna Putusan Pk No. 3 Pk/Pdt.Sus-Pailit 2022)}, year={2022}, url={http://repository.uki.ac.id/8768/}, abstract={Mendengar kata gagal bayar dan pailit merupakan momok yang menakutkan bagi nasib karyawan-karyawan yang bekerja di perusahaan Asuransi maupun pelaku usaha. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang memiliki kedudukan hukum (legal standing) untuk membuat pernyataan pailit dinilai lamban dan tebang pilih khususnya terkait perkara pailit perusahaan Asuransi Jiwa Kresna (AJK). Nasabah AJK merasa nyata-nyata dirugikan (dengan total kerugian sekitar 6.4 Triliun) dengan skema penawaran pembayaran yang diajukan AJK karena nasabah sampai harus menunggu 5 (lima) tahun untuk bisa terbayarkan semua kewajibannya. Penulis meneliti apa sebenarnya peran OJK dalam Kepailitan Perasuransian di Indonesia dan apa akibat hukum kepailitan bagi perusahaan asuransi serta bagaimana pertimbangan hakim dalam putusan MA Nomor 647 K/Pdt.Sus-Pailit/2021 tanggal 8 Juni 2021? Penelitian ini adalah penelitian normatif dengan pendekatan perundang-undangan, konseptual, dan kasus didasarkan pada bahan hukum primer maupun bahan hukum sekunder. Untuk melengkapi bahan hukum tersebut penulis juga melakukan wawancara langsung dengan Dr. Benny Wullur S.H., M.H.Kes, sebagai perwakilan dari nasabah konkuren sebagai pemohon dalam Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) di kantor hukumnya. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa (1) OJK dinilai lamban merespon permintaan nasabah yang dirugikan pihak asuransi dalam 30 (tiga puluh hari) sehingga OJK dianggap lalai dalam memberikan kejelasan haknya untuk membuat pernyataan pailit perusahaan asuransi Jiwa Kresna (AJK). Sebagai regulator yang memiliki fungsi pengawasan dan perlindungan, OJK memang harus mempertimbangkan banyak pemangku kepentingan (stakeholders) seperti pencari keadilan (nasabah/pihak yang dirugikan), kepentingan pelaku usaha asuransi, nasib karyawan perusahaan asuransi (labour) yang akan dipailitkan dan konsumen/nasabah lain pada umumnya yang sudah lama menabung/berinvestasi di AJK. OJK sudah bagus dengan menghukum AJK dengan pembatasan kegiatan usaha (PKU). (2) Sesuai putusan jelas tertera bahwa karena ada kekosongan hukum (undang-undang kurang jelas dan OJK tidak memberikan respon resmi dan tertulis), maka majelis hakim Pengadilan Niaga di Jakarta Pusat setuju/sependapat dengan pendapat 2 (dua) ahli serta permohonan Pak Benny Wullur (kuasa dari nasabah konkuren) dan akhirnya mengesahkan putusan PKPU/homologasi. Permintaan kasasi oleh nasabah lain yang tidak setuju PKPU dan meminta pailit dinilai obscuur libel. Selanjutnya, walaupun putusan Kasasi dan PK dinilai kontroversial karena bertabrakan dengan Undang-undang yang lain namun Mahkamah Agung (MA) sudah memperbaiki (rectify) kesalahan (cacat hukum) yang dibuat oleh Majelis Hakim Pengadilan Niaga khususnya terkait isu legal standing yang membuat preseden kasus AJK ini untuk dunia asuransi kedepannya. MA mengembalikan mandat ke OJK bahwa hanya OJK yang boleh mengajukan permohonan PKPU dan kepailitan terhadap perusahaan asuransi. Sebagai saran, pertama sebaiknya Mahkamah Agung menerbitkan peraturan internal/surat edaran agar Panitera Pengadilan Niaga harus secara tegas menolak permohonan PKPU/kepailitan bila subyek hukum yang digugat adalah perusahaan asuransi atau reasuransi. Kedua, OJK jangan bersikap lamban dan tidak professional lagi dalam memberikan respon sesuai batas waktu (time period) kewenangannya yakni dalam waktu 30 hari apakah menolak atau menerima permohonan PKPU atau Kepailitan agar ada kepastian hukum bagi para pencari keadilan atau nasabah/konsumen di dunia asuransi. Kata Kunci : Kepailitan, PKPU, OJK, Perasuransian, PT. Asuransi Jiwa Kresna./ Hearing the words default and bankruptcy is a frightening specter for the fate of employees who work in insurance companies and business actors. The Financial Services Authority (OJK) which has legal standing to make a bankruptcy statement is considered slow and selective, especially regarding the bankruptcy case of the Kresna Life Insurance company (AJK). AJK customers feel that they have been seriously disadvantaged (with a total loss of around 6.4 trillion) with the payment offer scheme proposed by AJK because customers have to wait 5 (five) years to be able to pay all their obligations. The author examines what exactly is the role of OJK in Insurance Bankruptcy in Indonesia and what are the legal consequences of bankruptcy for insurance companies and what are the judges' considerations in the Supreme Court decision Number 647 K/Pdt.Sus-Pailit/2021 dated June 8, 2021? This research is a normative research with a statutory, conceptual, and case approach based on primary legal materials and secondary legal materials. To complete the legal material, the author also conducted direct interviews with Dr. Benny Wullur S.H., M.H.Kes, as a representative of a concurrent customer as an applicant in the Suspension of Debt Payment Obligations (PKPU) at his law office. The results of this study indicate that (1) OJK is considered slow in responding to requests from customers who are h} }