@thesis{thesis, author={Hadjar Dewi}, title ={Empati siswa reguler terhadap siswa berkebutuhan khusus di kelas inklusi SMP Negeri 18 Malang / Dewi Hadjar}, year={2010}, url={http://repository.um.ac.id/100657/}, abstract={Kata kunci empati siswa reguler siswa berkebutuhan khusus kelas inklusi Pada saat ini siswa berkebutuhan khusus tidak harus sekolah di SLB mereka bisa sekolah di sekolah reguler yang disebut dengan sekolah inklusi. Dalam sekolah inklusi atau pendidikan inklusi terdapat sistem pengajaran yang menggabungkan antara siswa berkebutuhan khusus dengan siswa reguler dalam satu kelas. Pendidikan inklusi ini memiliki berbagai manfaat baik bagi siswa berkebutuhan khusus maupun siswa reguler. Manfaat yang diperoleh siswa reguler di kelas inklusi yaitu siswa belajar untuk berempati sensitif memahami menghargai dan menumbuhkan rasa nyaman pada perbedaan individual. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar tingkat empati siswa reguler terhadap siswa berkebutuhan khusus di kelas inklusi SMP Negeri 18 Malang. Rancangan penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif subyek penelitian ini berjumlah 97 siswa reguler yang berada di kelas inkusi dengan usia 11-15 tahun. Menggunakan kelas VII dan Kelas VIII yang merupakan kelas inklusi diantaranya yaitu kelas VII C VII D VIII A dan VIII E. Penelitian menggunakan angket empati yang dikembangkan oleh peneliti yang disusun berdasarkan aspek empati dari Schlenker Britt (2001) yaitu aspek afektif yang terdiri dari dua indikator (a) mampu merasakan kondisi emosi orang lain dan (b) mampu mngekspresikan kepedulian terhadapa orang lain. Aspek kognitif juga terdiri dari dua indikator yaitu (a) mampu memahami cara berfikir orang lain dan (b) mampu menempatkan dirinya dalam posisi orang lain. Hasil koefisien validitas aitem antara 0 224 0 680 dan hasil analisis reliabilitas angket empati dengan menggunakan teknik analisis koefisien Alpha ( 945 ) dari Cronbach sebesar 0 871 sehingga instrumen dapat digunakan untuk melaksanakan penelitian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa empati siswa reguler bergerak dari tinggi berjumlah 55 siswa dengan persentase 56 7% klasifikasi rendah berjumlah 42 siswa dengan persentase 43 3%. Aspek afektif pada indikator pertama yaitu siswa reguler mampu merasakan kondisi emosi siswa berkebutuhan khusus didapatkan hasil bahwa sebanyak 84 5% siswa reguler dapat mengerti perasaan teman ABK saat mereka diejek oleh teman-teman yang lain 41 2% kurang peka terhadap perasaan teman ABK 59 8% akan berusaha untuk menenangkan ABK saat ABK marah 23 7% akan tetap menemani ABK saat emosi ABK sedang tidak stabil 64 9% merasa sedih ketika ABK mengalami kejadian buruk saat di kelas 46 4% segera menghibur ketika ABK terlihat sedih 38 1% merasakan ketakutannya ABK ketika ABK dimarahi oleh guru 41 2% senang menanyakan bagaimana perasaan teman ABK 49 5%) menganggap kesedihan ABK merupakan masalah yang besar. Aspek afektif pada indikator kedua yaitu siswa reguler mampu mengekspresikan kepedulian terhadapat siswa berkebutuhan ii khusus didapatkan hasil bahwa sebanyak 82 5% akan langsung membantu ketika ABK membutuhkan suatu bantuan 83 5% senang jika membantu ABK walaupun tidak diminta oleh guru 89 7% peduli dengan keadaan ABK 93 8% benar-benar peduli dengan keadaan ABk 92 8% tidak malu berada satu kelas dengan ABK 71 1% akan membantu menjelaskan kepada ABK ketika ABK kurang paham dengan penjelasan guru di kelas 72 2% merasa senang berteman dengan ABK 69 1% akan membantu teman ABK walaupun tidak diminta oleh guru 47 4% merasa nyaman satu kelas dengan ABK 37 1% membantu menulis ketika ABK mengalami kesulitan. Sedangkan pada aspek kognitif pada indikator pertama yaitu siswa reguler mampu memahami cara berfikir siswa berkebutuhan khusus didapatkan hasil bahwa sebanyak 80 4% mengerti bahwa ABK memiliki cara yang berbeda-beda dalam menyelesaikan masalahnya 57 7% akan memperhatikan setiap perkataan yang di ucapkan ABK 42 3% mengerti topik bahasan yang dibicarakan oleh ABK 34% tidak menganggap cara berfikir ABK kekanak-kanakan 32% senang berdebat dengan ABK 78 4% benar-benar mengerti dengan cara berfikir teman ABK 40% sering melakukan diskusi dengan ABK aspek kognitif pada indikator kedua yaitu siswa reguler mampu menempatkan dirinya dalam posisi siswa berkebutuhan khusus didapatkan hasil bahwa sebanyak 27 8% bisa menjadi bagian kelompok dalam kegiatan yang diadakan oleh ABK 84 5% berusaha menjadi teman yang baik bagi ABK 21 6% akan tetap dekat dengan ABK saat mereka diganggu 49 5% tidak setuju jika ABK sekolah di SLB 58 8% menganggap bahwa ABK tidak bisa bergaul dengan baik 93 8% mengerti dengn perilaku ABK yang berbeda dengan siswa reguler lainnya 60 8% merasa yakin jika teman ABK bisa bersosialisasi dengan siswa reguler lainnya 40 2% bisa membahayangkan kesulitan ABK ketita ABK mengikuti pelajaran olahraga. Dari hasil penelitian disarankan bagi (1) siswa reguler belajar untuk lebih peka terhadap siswa berkebutuhan khusus agar siswa berkebutuhan khusus bisa bersosialisasi dan bekerjasama dengan baik dan siswa berkebutuhan khusus dapat meningkatkan potensi yang ada didalam dirinya. Jangan merasa risih dengan ad} }