@thesis{thesis, author={Dahlia Arum}, title ={Hubungan budaya perkawinan suku Osing terhadap pernikahan dini di Kabupaten Banyuwangi / Arum Dahlia}, year={2017}, url={http://repository.um.ac.id/99963/}, abstract={ABSTRAK Dahlia Arum. 2016. Hubungan Budaya Perkawinan Suku Osing Terhadap Pernikahan Dini Di Kabupaten Banyuwangi. Skripsi. Jurusan Geografi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Malang. Pembimbing (I) Dr. Singgih Susilo M.S M.Si (II) Drs. M. Yusuf Idris. Kata Kunci Pernikahan dini dan Pernikahan Suku Osing Perkawinan usia dini yakni perkawinan yang salah satu atau kedua pasangan belum mencukupi batas minimal menikah yang ditetapkan oleh UU No 1 Tahun 1974 tentang perkawinan yang berisi usia menikah minimal laki laki 19 tahun dan wanita 16 tahun. Suku Osing terdapat empat jenis pernikahan yakni Kawin Colong Kawin Angkat angkatan Kawin Ngeleboni dan Kawin Nggantung. Kawin Colong dan Kawin Nggeleboni merupakan perkawinan yang menyimpang dari pernikahan biasanya. Pernikahan ini terjadi karena orangtua salah satu pasangan tidak merestui sehingga mengambil jalan ini agar bisa segera menikah. Pernikahan usia muda di Kabupaten Banyuwangi merangkak naik. Penelitian yang dilakukan di Banyuwangi menyebutkan bahwa Suku Osing lebih banyak melakukan pernikahan di bandingkan Suku Jawa. Melihat kondisi ini peneliti ingin mengkaji yaitu karakteristik budaya perkawinan masyarakat Osing budaya perkawinan dan masyarakat Osing dan beberapa faktor yang berhubungan terhadap pernikahan dini masyarakat Osing di Kabupaten Banyuwangi. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan pendekatan expose facto. Jenis penelitian termasuk pada penelitian deskriptif. Jumlah populasi 86 wanita menikah dibawah usia 16 tahun dengan sampel yaitu 47 responden dari delapan kecamatan di Kabupaten Banyuwangi yang ditentukan secara purposive sampling. Analisis data yang digunakan yaitu tabulasi tunggal dan tabulasi silang. Pada pernikahan dini memiliki rata rata usia menikah rendah. Pekerjaan suami isteri mayoritas swasta. Pendidikan pasangan tergolong dalam pendidikan rendah. Jumlah anak yang diinginkan sebanyak 2 orang dengan rata rata jumlah anggota keluarga empat orang. Penggunaan alat kontrasepsi yang banyak digunakan oleh wanita menikah dini yakni pil dan suntik. Saran yang dapat diberikan yakni perlunya penyuluhan mengenai penundaan usia perkawinan calon pasangan perlunya pelestarian budaya yang ada sebagai aset budaya yang dimiliki bangsa penyebab pernikahan karena non faktor budaya maka perlunya peranan semua lembaga terkait dalam mengatasi nikah dini. ABSTRACT Dahlia Arum. 2016. The Cultural Relationship of Marriage Against Early Marriage Osing Tribe In The Regency of Banyuwangi. Thesis. Department Of Geography Faculty Of Social Sciences State University Of Malang. Supervisor (I) Dr. Singgih Susilo M.S M.Si (II) Drs. M. Yusuf Idris. Key words Early Marriage and marriage Tribe Osing Early marriage age i.e. marriage that one or both of the spouses have not sufficient minimum married set by law No. 1 of 1974 about marriage that contains the age of married men minimum 19 years males females 16 years. There are four types of Osing tribe the marriage namely Kawin Colong Kawin Angkat angkatan Kawin Ngeleboni dan Kawin Nggantung. Colong and Nggeleboni Mating mating is distorted from the marriage marriage usually. This marriage occurred because the parents of one of the spouses does not condone so take this path in order to be married. The marriage of young age in Banyuwangi Regency creeping up. A study conducted in Banyuwangi Osing Tribe mentioned that doing more weddings in comparing Javanese. Look at these conditions the researchers wanted to study the characteristics of community marriage culture the culture of marriage and the Osing community Osing and some factors related to early marriage society against Osing Banyuwangi Regency. This research is qualitative research with expos facto approach. Types of research including descriptive research. Total population of 86 women married under the age of 16 years with sample i.e. 47 respondents from eight subdistricts in Banyuwangi Regency specified in purposive sampling. The analysis of the data used namely a single cross-tabulations and tabulations. On early marriage has an average age of getting married. The work of husband wife majority private. Education partner belongs to the low education. The number of children desired as much as 2 people with an average number of family members four people. The use of contraception used by women to marry early i.e. pills and syringe. Advice can be given i.e. the need to outreach regarding the postponement of the age of the prospective marriage partner the need for the preservation of cultures as cultural assets belonging to the nation the cause of marriage due to a non cultural factors then the need for the role of all related agencies in addressing early marriages. } }