@thesis{thesis, author={Salma Zavira }, title ={Penyelesaian Sengketa Atas Objek Jaminan Fidusia Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 18/PUU-XVII/2019}, year={2021}, url={https://repository.unair.ac.id/109682/}, abstract={Kekuatan eksekutorial dalam Sertifikat Jaminan Fidusia mengalami perubahan makna setelah Putusan MK Nomor 18/PUU-XVII/2019 yang menguji konstitusionalitas Pasal 15 ayat (2) dan ayat (3) UUJF, memutuskan frasa "kekuatan eksekutorial” dan frasa “yang sama dengan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap”, dengan putusan tersebut, Sertifikat jaminan Fidusia akan kehilangan kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan penngadilan yang telah berkekuatan hukum tetap, apabila tidak memenuhi syarat terdapat kesepakatan tentang cidera janji dan debitur secara sukarela menyerahkan objek jaminan. Adanya Putusan MK Nomor 18/PUU-XVII/2019, Kreditur tidak dapat serta merta menjual objek jaminan fidusia dan kreditur tetap memiliki hak atas objek jaminan fidusia untuk mengeksekusi jaminan fidusia akan tetapi haknya menjadi berkurang karena ciri jaminan fidusia yakni parate eksekusi pada akta jaminan fidusia itu tidak serta merta membuat kreditur dapat langsung mengeksekusi jaminan fidusia, jika tidak memenuhi syarat maka untuk mengeksekusi jaminan fidusia kreditur harus mengeksekusi dengan proses pengadilan yang mana membutuhkan waktu yang lama dan biaya mahal. Putusan MK No. 18/ PUU-XVII/ 2019 sudah final dan binding, dalam artian putusan MK ini sudah tidak dapat di ganggu gugat, semua pihak wajib mematuhi putusan ini. Mekanisme dan prosedur hukum dalam pelaksanaan eksekusi Sertifikat Jaminan Fidusia harus dilakukan dan berlaku sama dengan pelaksanaan eksekusi putusan pengadilan, Maka upaya hukum bagi kreditur adalah melakukan gugatan berdasarkan wanprestasi ke Pengadilan sebagaimana dalam 3 Putusan Pengadilan, yaitu Putusana Nomor 6/Pdt.G.S/2020/PN Llg, Putusan 10/Pdt.G/2020/PN Pti dan Putusan 40/Pdt.G/2020/PN Pwt. Apabila kerugian yang dialami kreditur paling banyak sejumlah Rp500.000.000,00 maka menggunakan mekanisme gugatan sederhana sebagaimana diatur Perma No. 2 tahun 2015 Jo. Perma No. 4 tahun 2019. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan perundang-undangan, pendekatan konseptual dan pendekatan kasus.} }