@thesis{thesis, author={Nurul Istianah }, title ={Pengganti Pidana Denda Dalam Perkara Faktur Fiktif Pajak Pertambahan Nilai}, year={2021}, url={https://repository.unair.ac.id/109754/}, abstract={Pajak adalah peralihan kekayaan dari sektor swasta dan ke sektor publik yang digunakan untuk membiayai pengeluaran umum dan yang digunakan sebagai alat pendorong, penghambat atau pencegah untuk mencapai tujuan yang ada di luar bidang keuangan negara. Namun di tengah upaya-upaya bersama yang bersifat mulia tersebut, masih ada orang-orang yang tega melakukan upaya-upaya untuk menggembosi penerimaan negara tersebut dengan cara melakukan fraud dan korupsi uang pajak dengan modus faktur pajak fiktif. Dalam perkara-perkara faktur pajak fiktif seringkali ditemukan putusan Majelis Hakim menjatuhkan pidana pokok berupa penjara dan pidana tambahan berupa pidana denda. Namun, tidak seperti putusan tindak pidana korupsi atau tindak pidana narkotika, dimana pidana denda dalam putusan tersebut disertai dengan pidana pengganti berupa pidana penjara atau pidana kurungan apabila terdakwa tidak mampu membayar denda, dalam perkara tindak pidana faktur pajak fiktif tersebut, Majelis Hakim menyatakan bahwa jika terpidana tidak membayar denda tersebut paling lama waktu 1 (satu) bulan sesudah putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, maka harta benda terpidana disita oleh Jaksa dan dilelang untuk membayar denda dimaksud”. Bahwa putusan hakim tersebut tidak akan menjadi masalah apabila terpidana masih memiliki aset atau harta benda yang bisa dilelang untuk membayar denda, namun akan timbul permasalahan apabila ternyata terpidana sudah tidak memiliki aset atau harta benda untuk dilelang, sehingga Jaksa akan mengalami kesulitan dalam eksekusi putusan hakim tersebut, karena sudah tidak ada aset atau harta benda yang bisa dilelang untuk membayar denda, di sisi lain, Jaksa harus melakukan eksekusi segera setelah putusan pengadilan mempunyai kekuatan hukum tetap. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yang sebut dengan yuridis normatif (legal research) dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan (statute approach), pendekatan konseptual (conceptual approach), dan pendekatan kasus (case approach). Kesimpulan dari penelitian ini yaitu UU KUP belum menjelaskan dan menegaskan mengenai pengenaan pidana kurungan sebagai pengganti denda dalam perkara perpajakan hingga akhirnya diterbitkan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 10 Tahun 2020 pada tanggal 18 Desember 2020 yang menjelaskan mengenai tindak pidana perpajakan dapat dikenakan pidana denda, jika pidana denda tersebut tidak dibayarkan maka dapat diganti dengan kurungan 8 (delapan) bulan dan dikarenakan masih maraknya tindak pidana perpajakan ini maka sebaiknya dalam UU KUP juga dijelaskan mengenai tindak pidana faktur fiktif pajak secara terperinci sehingga hal tersebut dapat digunakan sebagai acuan khusus dalam penanganan perkara tindak pidana perpajakan khususnya faktur pajak fiktif.} }