@thesis{thesis, author={Sumartono Sumartono}, title ={DIFUSI INOVASI PERTANIAN: Suatu Kajian Tentang Hubungan Negara, Pasar dan Masyarakat Lokal Ditinjau dari Perspektif Ekonomi Politik}, year={2024}, url={https://repository.unair.ac.id/29005/}, abstract={Penelitian ini berawal dari perdebatan siapa yang menjadi aktor dalam difusi inovasi. Semenjak dekade 60 an sampai paruh 90-an, peran pemerintah sangat dominan. Kini terdapat fenomena baru di mana pasar mampu mengendalikan inovasi. Kekuasaannya sudah melampaui sekat-sekat teritorial negara. Akibatnya masyarakat lokal yang secara geografis dipinggirkan, pola pikirnya berubah menjadi komersial (Collier,et.al 1996:82). Intervensi negara juga ikut andil. Adanya dukungan negara terhadap penetrasi kapital selain menimbulkan ketergantungan, juga netralitasnya menjadi kabur. Bahkan konflik yang terjadi, melekat pada struktur kekuasaan (Bachriadi,1995:171). Di dalamnya mencakup wacana ekonomi politik yang mengandung unsur kekuatan, dominasi dan legitimasi kekuasaan antara negara, pasar dan masyarakat. Kini pemahaman difusi inovasi mencakup liberalisasi. Permasalahannya adalah apakah negara, pasar dan masyarakat dapat independen dalam mendifusikan dan mengadopsi inovasi?. Jika tidak independen, kondisi yang bagaimana dan kekuatan apa yang mempengaruhinya?. Bagaimana hubungan diantara ketiganya dalam hubungan difusi inovasi tersebut?. Kajian ini mempunyai beberapa tujuan, yaitu: (1) Untuk menjelaskan karakteristik petani sebagai masyarakat lokal dan bagaimana hubungannya dengan adopsi inovasi, (2) Untuk mendeskripsikan bagaimana posisi negara dan pasar sebagai sumber inovasi dan posisi masyarakat sebagai pengguna inovasi, (3) Untuk memahami bagaimana makna difusi inovasi tersebut jika di interpretasikan ke dalam kerangka hubungan negara, masyarakat dan pasar. Juga bagaimana hubungan yang terjadi jika dihadapkan pada posisi dan rangka kepentingan yang berbeda. Untuk menjawab tujuan dimaksud pengamatan terhadap difusi inovasi dipakai sebagai objek kajian. Adapun subjek kajian tentang hubungan negara, masyarakat lokal dan pasar dipergunakan perspektif ekonomi politik. Permasalahan ini didasarkan pemikiran karena pada awalnya krisis pangan yang diikuti timbulnya krisis ekonomi dan stabilitas politik, mendorong pemerintah untuk mengembangkan inovasi pertanian dan mendifusikannya kepada masyarakat. Karena sarat dengan nilai dan kepentingan pemerintah, inovasi yang didifusikan selalu dianggap lebih baik dan sesuai dengan kepentingan masyarakat. Tapi, pada dasarnya fenomena difusi menganut mazhab modernisasi. Selanjutnya, walaupun dengan difusi inovasi pertukaran ide dipercepat, juga berpotensi terjadinya konsentrasi kekuasaan dan dominasi pemerintah. Kajian ini berasumsi bahwa keterkaitan antara negara, pasar dan masyarakat yang menyangkut fenomena ekonomi politik yang dapat berpengaruh terhadap substansi inovasi. Oleh karena itu untuk membahas fenomena difusi inovasi digunakan pendekatan ekonomi politik. Alasannya pendekatan ekonomi politik terkait dengan sejarah dimasa masa lampau dimana peran pemerintah sangat dominan sehingga terjadi kontaminasi antara issu ekonomi dengan issu politik. Akibatnya tujuan idealisme (politik) terkait dengan tujuan ekonomis. Pasar selain berfungsi sebagai institusi, ekonomi juga dipakai sebagai institusi politik. Disamping itu masih terdapat perdebatan apakah intervensi pemerintah masih diperlukan ataukah dibatasi. Dengan perspektif ini maka akan terdapat 3 kemungkinan yaitu: inovasi demi kepentingan politik pemerintah, demi kepentingan ekonomi pasar atau demi kepentingan masyarakat. Secara empirik pengamatan dilakukan di dua wilayah di kabupaten Malang. Keduanya sudah mengenal komersialisasi pertanian. Perbedaannya, di dataran tinggi didominasi komoditas hortikultura dengan fasilitas pemerintah yang terbatas sedangkan di dataran rendah didominasi komoditas pangan dengan fasilitas pemerintah yang relatif lebih tinggi. Pokok permasalahan yang diamati adalah bagaimana adopsi inovasi masyarakat dan bagaimana difusi inovasi yang dilakukan negara, pasar dan masyarakat. Pendekatan analisis dilakukan melalui 2 pendekatan. Untuk mengetahui hubungan antara karakteristik masyarakat dengan adopsi inovasi digunakan data kuantitatif yang dianalisis secara uji statistik. Untuk data kualitatif dianalisis secara deskriptif dengan mempergunakan perspektif ekonomi politik dengan mempertimbangkan kepentingan masing-masing. Hasil penelitian menunjukkan adanya 2 pola hubungan difusi inovasi. Prinsip dasar dari kedua pola adalah sama. Pola pertama, dalam proses produksi terjadi kerjasama antara pemerintah, pengusaha dan petani. Pada pola kedua, kerjasama hanya terjadi antara pengusaha dengan petani. Adapun tingkat adopsi pola pertama lebih tinggi dari pola kedua. Posisi petani ketika berhadapan dengan pemerintah maupun pasar berubah-ubah sesuai konteks yang berlangsung di masyarakat. Pada tahap pra-produksi posisi petani bersifat independen. Penguasaan tanah dipakai sebagai bargaining position. Pengusaha walaupun menguasa inovasi dan pemerintah sebagai pemegang otoritas wilayah tidak dapat menekan petani. Tetapi pada tahap proses produksi dun pasca produksi posisi petani selalu dependen terhadap kepentingan} }