@thesis{thesis, author={Nur Asraf Adum Warsono M}, title ={Proses Perkawinan Masyarakat Hukum Adat Bugis Pangkep di Kota Jayapura Kecamatan Abepura Distrik Heram Expo Waena}, year={2023}, url={http://repository.uncen.ac.id/796/}, abstract={Penelitian ini dengan judul ?Proses Perkawinan Masyarakat Hukum Adat Pangkep Di Kota Jayapura Kecamatan Abepura Distrik Heram Expo Waena?. Tujuannya untuk mengetahui proses perkawinan masyarakat hukum adat Pangkep di Kota Jayapura Kecamatan Abepura Distrik Heram Expo Waena dan untuk mengetahui kendala-kendala yang dialami didalam proses perkawinan masyarakat hukum adat Pangkep di Kota Jayapura Kecamatan Abepura Distrik Heram Expo Waena. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis empiris yaitu dengan melihat kenyataan yang ada sesuai permasalahan dan peristiwa hukum yang terjadi didalam masyarakat. Hasil penelitian ini mengungkapkan bahwa proses perkawinan masyarakat hukum adat Pangkep di Kota Jayapura Kecamatan Abepura Distrik Heram Expo Waena tetap tidak terlepas dari adat istiadat dari suku Bugis yaitu antara lain pertama Mamanu'manu'. Tahap ini merupakan langkah awal yang dilakukan oleh orang tua laki-laki yang bermaksud mencarikan jodoh bagi anaknya, kedua tahap Mappese'pese'. Biasanya yang melakukan kegiatan ini adalah keluarga dekat gadis untuk melihat keadaan gadis tersebut. Ketiga Massuro. Pada tahap ini pihak laki?laki mengutus orang yang dianggap disegani untuk mabbaja laleng (merintis jalan). Jika pihak perempuan belum merasa puas dengan acara peminangan, mereka akan menelusuri lebih jauh tentang asal usul laki-laki (mattutung lampe). Keempat Mappettu Ada. Tahap ini membicarakan tanra esso (penentuan hari pernikahan), doi menre (uang belanja), dan sompa (mahar). Kelima Mappaere Botting. Tahap ini merupakan acara prosesi puncak perkawinan, mempelai laki?laki diantar ke rumah mempelai perempuan dan Keenam Mapparola. Pada tahap ini, mempelai perempuan diantar oleh keluarga dan sanak saudaranya ke rumah keluarga laki-laki. Tahap ini dilaksanakan setelah akad nikah atau keesokan harinya dengan pakaian seperti pakaian pada hari pernikahan. Sedangkan kendala?kendala yang dialami didalam proses perkawinan masyarakat hukum adat Pangkep yaitu pada tradisi Uang Panai? dimana jumlah nominal uang panai? ini ditentukan oleh pihak calon mempelai perempuan. Semakin tinggi status sosial perempuan tersebut maka semakin tinggi pula uang panai? yang diminta oleh pihak keluarga. Tidak jarang tradisi uang panai? akhirnya membonceng potensi konflik yang akan menimbulkan pertentangan, pertikaian, pelecahan, penghinaan atau bahkan sampai kepada tindak kekerasan. Potensi konflik uang panai?akan akan terjadi antara individu dengan kelompok, kelompok dengan kelompok atau bahkan individu dengan individu. Selain itu juga pada Uang Panai, seringkali terjadi ingkar janji atau tidak menepati kesepakatan yang telah di tentukan oleh calon mempelai perempuan ataupun dari pihak laki-laki, maka otomatis terjadilah konflik dari masing-masing keluarga dari calon mempelai dan dari hal sekecil ini dapat menyebabkan permusuhan bahkan batalnya perkawinan dari kedua calon mempelai.} }