@thesis{thesis, author={GEZON Qembig Al}, title ={Inklusi Sosial dalam Agenda Setting Rancangan Undang-Undang (RUU) Masyarakat Hukum Adat}, year={2021}, url={http://repository.unsoed.ac.id/12185/}, abstract={Penelitian ini berjudul Inklusi Sosial Dalam Agenda Setting Rancangan Undang-Undang (RUU) Masyarakat Hukum Adat. Judul tersebut dilatarbelakangi ketika Indonesia sudah berkomitmen untuk mengakui, menghormati, dan melindungi hak-hak masyarakat hukum adat melalui regulasi dan peran aktifnya dalam pertemuan atau organisasi internasional. Namun pada kenyataannya praktik tersebut belumlah terpenuhi dengan masih banyak bentuk upaya kriminalisasi, diskriminasi, dan marginalisasi terhadap masyarakat adat. Sebagian besar komunitas masyarakat adat menjadi tertindas dan miskin karena ketimpangan penguasaan sumber-sumber kehidupan. Kriminalisasi dari era orde baru hingga kini masih terus berlanjut bagi masyarakat hukum adat, dalam mengakses sumber daya yang merupakan haknya. Bahkan mereka diusir dengan alasan merambah yang bukan haknya. Masyarakat adat, baik di sekitar hutan maupun di pesisir dan pulau-pulau kecil diperlakukan seolah tamu dan pendatang di wilayah adatnya sendiri. Arti penting inklusi sosial bagi masyarakat adat ialah partisipasi lokal dalam pengambilan keputusan, serta kesejahteraan sosial dan budaya. Saat ini, isu inklusi sosial telah menjadi agenda politik di kalangan pemimpin politik, menjadi bahan wacana akademis di kalangan intelektual dan bidang prioritas pembangunan di kalangan praktisi pembangunan. Hal tersebut berimplikasi dengan adanya RUU (Rancangan Undang-Undang) Masyarakat Hukum Adat terdiri dari 17 bab dan 58 pasal yang sedang dibahas oleh Pemerintah dan DPR RI guna mendorong adanya inklusi sosial bagi masyarakat adat. Namun, RUU Masyarakat Hukum Adat sudah gagal ketuk palu atau disahkan dalam dua periode jabatan DPR dan dari era pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhyono hingga era Presiden Joko Widodo. Pada tahun 2020 dan 2021, rancangan ini kembali masuk menjadi agenda prolegnas (program legislasi nasional) prioritas. Penelitian ini menggunakan model the streams metaphor (metafora aliran) dari John Kingdon (2013) yang terdiri dari problem stream, policy stream, dan politics stream yang digabungkan dengan dua aliran selanjutnya, yaitu process stream dan programme stream dalam five stream ?confluence? model oleh Howlett, Mcconell dan Perl (2015) sebagai fokus penelitian dalam suatu masalah mendapatkan status agenda dan solusi alternatif dipilih, ketika elemen dari kelima ?aliran? bersatu. Agenda setting ialah suatu proses di mana masalah dan solusi alternatif mendapatkan atau kehilangan perhatian publik dan elit. Agenda setting sangat memengaruhi keputusan kebijakan, karena agenda memberikan gambaran sekilas yang tidak sempurna tentang opsi kebijakan yang dapat diadopsi. Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui tahapan agenda setting dalam RUU Masyarakat Hukum Adat di Indonesia guna mendorong inklusi sosial dan mengetahui peran para aktor pada tahapan agenda setting dalam RUU Masyarakat Hukum Adat di Indonesia guna mendorong inklusi sosial. Metode pada penelitian ini yaitu metode kualitatif. Pemilihan informan yang digunakan adalah purposive sampling dan snowball sampling. Pengumpulan data menggunakan wawancara, observasi, dan dokumentasi. Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan metode analisis interaktif. Hasil penelitian menunjukkan isu dan masalah kebijakan didefinisikan melalui indikator yang terdapat dalam RUU Masyarakat Hukum Adat sangat kompleks mengingat masalah dan isu ini sangat beragam dan pelik, juga masih terdapat isu dan masalah yang diperdebatkan dan dipermasalahkan oleh para aktor terkait. Pendefinisian isu dan masalah kebijakan dalam RUU Masyarakat Hukum Adat berakibat pada hal-hal yang lebih baik bagi masyarakat hukum adat. Terdapat beberapa fokus peristiwa yang menyebabkan munculnya masalah dan isu kebijakan yang berpengaruh terhadap kesadaran publik/elit mengenai adanya RUU Masyarakat Hukum Adat. Publik/elit yang kontra memiliki kepentingan dengan sumber daya alam yang ada di wilayah adat. Fokus peristiwa dengan alternatif yang tersedia dalam aliran kebijakan dengan kehadiran RUU Masyarakat Hukum Adat, yaitu mengakomodir penyelesaian permasalahan dan konflik terkait pengakuan, perlindungan, dan pemberdayaan sampai mengenai kelembagaan masyarakat hukum adat. Terdapat umpan balik secara formal (dilihat dari biaya dan progres) dan umpan balik secara informal (keluhan yang masuk ke pemerintah) dalam RUU Masyarakat Hukum Adat. RUU Masyarakat Hukum Adat memiliki kelayakan teknis dan nilai akseptabilitas terlebih draf RUU yang berasal dari Koalisi Pemantau RUU. Antisipasi kendala dalam RUU Masyarakat Hukum Adat terbagi menjadi segi biaya, penerimaan publik, penerimaan politisi, dan pejabat publik. Terdapat kesempatan yang masuk akal untuk Penerimaan RUU Masyarakat Hukum Adat di antara para Pembuat Keputusan terpilih. Namun masih terdapat para politisi, pejabat publik, dan pembuat keputusan terpilih yaitu DPR-RI yang kurang menerima RUU ini dengan menunjukkan sikap resistance/penentangan terutama jika berbicara mengenai hak ulayat m} }