@thesis{thesis, author={BRILIANTO REYHAN}, title ={Pengaturan Pemakaian Helm Pengaman di Polrestabes Semarang}, year={2024}, url={http://repository.untagsmg.ac.id/777/}, abstract={Pengaturan pemakaian helm penagaman bagi para pengendara dan pembonceng sepeda motor yang dikalukan oleh Polrestabes Semarang berpedoman pasal 57 ayat (2) Undang Undang No. 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan. Dan pengaturan lebih lanjut adalah Keputusan Menteri Perhubungan No. KM 72 Tahun 1993 Tentang Perlengkapan Kendaraan Bermotor dijelaskan bahwa helm adalah bagian dari perlengkapan kendaraan bermotor berbentuk topi pelindung kepala yang berfungsi melindungi kepala pemakainya apabila terjadi benturan. Helm terdiri dari beberapa bagian yang meliputi tempurung, pelindung muka, lapisan pelindung, lapisan pengaman, tali pemegang, tutup dagu, pelindung, lubang ventilasi, lubang pendengar. Bagi pengendara dan pembonceng yang tidak memakai helm akan diberi peringatan secara lisan namun apabila tidak membawa surat-surat kelengkapan kepemilikan kendaraan bermotor akan diberikan surat tilang dan bahkan dengan kendaraan dapat dijadikan alat bukti. Adapun hambatan yang ditemui oleh Polrestabes semarang dalam pengaturan pemakaian helm pengaman adalah karena wilayah Semarang mayoritas masyarakatnya adalah majemuk bahkan pendatang yang masuk pondok-pondok pesantren dan kos-kosan. Kebanyakan dari mereka masih belum mau untuk tertib lalu lintas, terutama pemakaian helm. Mereka lebih nyaman dengan memakai topi, peci. Disamping itu karakter masyarakat perkotaan mempunyai karakter keras dan mudah untuk berbuat anarkhis dengan mengatasnamakan setiakawan. Disamping itu factor yang menjadi hambatan antara lain kurangnya alokasi sumber daya yang memadai yang menyangkut pada kewenangan bagi petugas di lapangan, kurangnya kualifikasi jumlah personil yang membidangi pada bagian-bagian bagian, kurangnya tertatanya ruang yang mempunyai daya dukung yang tinggi terhadap daya tampung dan volume kerja Beberapa saran yang peneliti sampaikan adalah lebih ditingkatkan pembinaan dalam kesadaran berlalu lintas terutama pada anak, TK, SD, SLTP, dan SLTA, lebih meningkatkan peran dan fungsinya sebagai aparat penegak hukum yang berkaitan dengan kepentingan umum tanpa menonjolkan arogasnsi kekuasaannya, lebih ditingkatkan sifat dan sikap kreatif yang menjurus pada kualitas sesuai harapan masyarakat.} }