Institusion
Institut Teknologi Bandung
Author
Puspitasari, Retno (STUDENT ID : 25310307)
(LECTURER ID : 0018086704)
Subject
Teknik saniter dan perkotaan; teknik perlindungan lingkungan
Datestamp
0000-00-00 00:00:00
Abstract :
Kegiatan penambangan selalu berhubungan dengan dampaknya terhadap
lingkungan, dan yang kerap menjadi masalah yaitu Air Asam Tambang (AAT).
Untuk mendapatkan lapisan batubara dilakukan pengupasan lapisan penutup yang
mana menghasilkan batuan sisa (waste rock) dalam volume yang sangat besar.
Batuan sisa mengandung material sulfida yang memiliki potensi untuk teroksidasi
jika bereaksi dengan air dan oksigen. Hal inilah yang menyebabkan terbentuknya
air asam tambang. Air asam tambang dapat pula melarutkan logam yang terdapat
dalam waste rock, bila terbawa oleh air akan turut menurunkan kualitas air.
Produksi air asam tambang sulit untuk dihentikan sama sekali, oleh sebab itu
dibutuhkan pengelolaan yang intensif dengan menerapkan metode penimbunan
material waste rock. Karakterisasi geokimia dari material yang berpotensi asam
(Potential Acid Forming) dan yang bukan pembentuk asam (Non-Acid Forming)
perlu dilakukan sebagai langkah awal. Kemudian material PAF dan NAF
ditimbun dengan metode yang tepat agar dampak dari air asam tambang tersebut
dapat diminimalisir. Potensi kehadiran air asam tambang dan larutnya logam
diidentifikasi dari kondisi air di kolam-kolam pengendapan yang berasal dari air
keluaran tambang PT. KPC. Titik acuan kualitas air tambang yang harus ditaati
berasal dari Peraturan Daerah Kalimantan Timur Nomor 2 Tahun 2011 tentang
Baku Mutu Air Limbah Untuk Kegiatan Pertambangan Batubara, dengan
parameter yang diamati antara lain pH, TSS, Fe, Mn dan tambahan Al pada
penelitian. Dari 6 kolam pengendapan antara lain Kolam New Pond X (sebelum
dilakukan pengapuran), New Pond, Apokayan, Kelawitan, Seroja, dan NWD2.
Kondisi yang mendapat perhatian adalah Kolam New Pond X, selain pH yang
rendah, juga konsentrasi logam Fe dan Mn yang melebihi baku mutu (sebelum
pengapuran). Adapun air yang berada di kolam ini berasal dari pumping air dari
pit (pit A South), stockpile batubara dan dari Final Dump (NWD4). Selanjutnya
pengelolaan dilakukan dengan mengambil sample batuan sisa dari material
iv
timbunan (dump waste rock) dan material hasil dari peledakan (blast chip) pada
Pit A South. Klasifikasi material dilakukan menggunakan analisa geokimia (uji
statik) dengan menerapkan metode uji NAG (Net Acid Generation) dan NAPP
(Net Acid Producing Potential) yang didapatkan dari perhitungan asam-basa (Acid
Base Account). Perhitungan asam-basa (ABA) dilakukan untuk mengetahui
ukuran kualitatif dari perbedaan antara kapasitas sampel dalam membentuk asam
(Maximum Potential Acid atau MPA) dan kapasitasnya untuk menetralkan asam
(Acid Neutralizing Capacity atau ANC). Dua pengukuran neraca asam-basa
tersebut (ANC dan MPA) dihitung untuk mendapatkan Potensi Produksi Asam
Neto (NAPP). Langkah selanjutnya, penerapan pencegahan pembentukan AAT
dilakukan dengan uji kinetik menggunakan kolom lindi ( free draining leach
column test). Perlakuan diterapkan selama 6 minggu. Kondisi basah dan kering
diterapkan terhadap batuan pada kolom, dengan perlakuan layering dan blending
dari material PAF dan NAF dengan komposisi yang telah ditentukan. Layering
diterapkan dengan menempatkan material PAF dibawah lapisan material NAF.
Sedangkan blending dilakukan dengan mencampurkan material PAF dan NAF
hingga merata (homogen). Penyiraman dilakukan per minggu pada kedua
perlakuan untuk mendapatkan air lindi yang berguna untuk mengetahui perubahan
nilai parameter kualitas air (pH dan konsentrasi logam). Hal ini dilakukan untuk
menguji teknik pengontrolan dan penanganan AAT. Berdasarkan analisa air lindi
dari uji kinetik, perlakuan percampuran (blending) memperlihatkan nilai pH yang
lebih besar dan relatif lebih stabil jika dibandingkan dengan perilaku perlapisan
(layering). Seperti ditunjukkan pada material PAF-NAF dengan komposisi
PAF20%:NAF80% di minggu pertama, pH layering sebesar 2,95 (asam) dan pH
blending sebesar 5,15 (netral). Pada minggu keenam, pH layering naik cukup
signifikan hingga 7,35 dan pH blending berada di nilai 6,09. Pada komposisi PAF
yang lebih besar yaitu PAF80%:NAF20%, pH layering di minggu pertama
sebesar 2,37 dan pH blending sebesar 3,86. Hingga minggu keenam pH layering
berada di nilai 2,65 dan pH blending di nilai 3,94. Walaupun kedua perlakuan
memiliki pH asam, tetapi pH blending lebih besar dibandingkan pH layering.
Fenomena-fenomena tersebut terjadi karena pada blending, kehadiran mineral
penetral dari material NAF yang terdistribusi secara merata pada ruang antar butir
batuan sisa, berfungsi efektif dalam menetralkan air asam yang terbentuk.
Sedangkan pada layering fungsi material NAF sebagai lapisan penghalang
masuknya oksigen baru mulai berfungsi efektif di minggu kedua perlakuan. Nilai
pH yang cenderung kecil mengakibatkan terlarutnya mineral logam dari material
batuan sisa tersebut. Hal ini ditunjukkan dengan komposisi PAF20%:NAF80% di
minggu pertama, konsentrasi Fe pada layering sebesar 20,96 mg/l dan turun
menjadi 7,34 mg/l pada minggu keenam. Begitu jug