Institusion
Institut Teknologi Bandung
Author
Satiafdi Hasibuan, Mhd.Managor (STUDENT ID : 12515047)
(LECTURER ID : 0028017301)
(LECTURER ID : 0002108207)
Subject
Datestamp
0000-00-00 00:00:00
Abstract :
Logam aluminium saat ini diperoleh dari bahan baku berupa alumina (Al2O3) yang
diolah melalui proses Hall Heroult. Alumina sendiri diperoleh dari bijih bauksit di
alam yang diolah melalui proses Bayer. Akan tetapi, proses Bayer menghasilkan
produk samping berupa red mud yang saat ini dianggap tidak ramah lingkungan dan
masih mengandung aluminium dengan jumlah yang cukup signifikan. Terdapat
proses lain yang dapat mengolah bauksit menjadi alumina, yaitu proses Pedersen.
Proses Pedersen digunakan sekitar 40 tahun oleh pabrik di Hoyanger, Norwegia.
Proses ini menggunakan kombinasi pirometalurgi dan hidrometalurgi. Pada tahap
pirometalurgi digunakan bahan imbuh CaO dan dihasilkan produk pig iron yang
digunakan sebagai bahan baku pembuatan baja. Sedangkan pada tahap
hidrometalurgi digunakan larutan Na2CO3 dan dihasilkan produk alumina serta
produk samping berupa grey mud yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku
pembuatan semen. Namun, proses ini berhenti digunakan secara komersial pada
tahun 1969 karena alasan ekonomi. Hal ini disebabkan karena proses ini melibatkan
operasi peleburan pada temperatur tinggi, yakni di atas 1500°C. Selain itu, pada
masa tersebut masih tersedia bijih bauksit high grade yang lebih ekonomis untuk
diolah melalui proses Bayer dan red mud belum dianggap sebagai masalah yang
sangat serius. Cadangan bauksit high grade yang semakin menipis dan kesadaran
terhadap lingkungan yang semakin tinggi mendorong dilakukannya penelitian
untuk mencari alternatif proses pengolahan bauksit. Pada penelitian ini dilakukan
peninjauan kembali proses Pedersen melalui studi pengaruh masing-masing bahan
imbuh CaO dan Na2CO3 pada tahap reduksi peleburan (pirometalurgi) bauksit
terhadap produk logam yang dihasilkan.
Penelitian dilakukan melalui reaksi reduksi peleburan briket yang terbuat dari
campuran bauksit dan bahan imbuh menggunakan reduktor bed batubara di dalam
crucible yang dimasukkan ke dalam muffle furnace. Dosis CaO digunakan 0%,
25%, 50%, dan 75% (persentase terhadap berat bauksit) dan dosis Na2CO3
digunakan 40%, 85%, dan 130% (setara Na2O 25%, 50%, dan 75%). Pada setiap
dosis bahan imbuh dilakukan variasi temperatur operasi 1450°C, 1500°C, dan
1550°C serta setiap titik percobaan dilakukan triplo.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa semakin banyak penambahan Na2CO3
maka logam yang dihasilkan semakin banyak. Sedangkan pada penambahan CaO
terdapat titik optimum, yaitu dengan dosis 50%. Penambahan Na2CO3
menghasilkan logam yang lebih banyak daripada penambahan CaO. Secara umum
penurunan temperatur operasi akan mengurangi jumlah logam yang dihasilkan.