Institusion
Institut Teknologi Bandung
Author
Achrizt Arisintani, Deyza (STUDENT ID : 25019079)
(LECTURER ID : 0019025301)
(LECTURER ID : 0015086901)
(LECTURER ID : 0021057011)
(LECTURER ID : 0010018303)
Subject
Datestamp
0000-00-00 00:00:00
Abstract :
Harga Satuan Bangunan Gedung Negara (HSBGN) digunakan untuk
mengestimasi pekerjaan standar pembangunan bangunan negara yang disesuaikan
dengan harga upah dan material setiap kota di Indonesia. Penelitian ini
mengusulkan perbaikan prosedur penyusunan HSBGN dengan
mempertimbangkan dua aspek penting yang belum diikutsertakan dalam
pembuatan HSBGN saat ini yaitu perbedaan fungsi bangunan dan zonasi gempa.
Perbedaan fungsi bangunan menentukan kategori risiko (importance factor) dan
karakteristik bangunan. Saat ini HSBGN disusun berdasarkan bangunan dengan
fungsi perkantoran meskipun digunakan untuk bangunan-bangunan dengan fungsi
lainnya yaitu seperti pendidikan dan rumah sakit. Perbedaan beban gempa dapat
mempengaruhi kebutuhan struktur bangunan sehingga zonasi gempa dilakukan
dengan mengelompokan kota-kota di Indonesia berdasarkan beban gempa. Pada
penelitian ini, model dikembangkan untuk bangunan dengan fungsi Pendidikan
yaitu Ruang Kelas Baru (RKB). Bangunan dengan fungsi Pendidikan memiliki
kategori risiko yang lebih tinggi dibandingkan dengan fungsi perkantoran
sehingga memiliki target keandalan yang lebih tinggi. Perbedaan ini membuat
persyaratan-persyaratan lainnya untuk bangunan fungsi Pendidikan dapat berbeda
dengan bangunan fungsi perkantoran untuk memastikan target keandalan masingmasing
bangunan dapat terpenuhi. Kemudian terkait dengan pembebanan gempa,
pembangunan bangunan di daerah dengan beban gempa tinggi dapat
mempengaruhi kebutuhan struktur bangunan agar dapat menahan beban gempa
rencana. Hal ini membuat kebutuhan strukturnya dapat lebih tinggi dibandingkan
dengan beban gempa yang lebih rendah. Maka dari itu untuk menyamaratakan
setiap daerah tanpa mempertimbangkan beban gempa dengan benar dapat
menyebabkan keborosan biaya karena HSBGN harus dibuat berdasarkan beban
gempa tertinggi atau dapat juga menyebabkan kurang terpenuhinya persyaratan
bangunan tahan gempa karena tidak memperhitungkan beban gempa dengan benar. Terdapat 2 bangunan acuan yaitu bangunan 1 lantai dengan teknik
konstruksi Dinding Terkekang yang menjadi acuan Model 1 dan bangunan 2
lantai dengan teknik konstruksi Rangka Dinding Pengisi yang menjadi acuan
Model 2. Bangunan ini merupakan proyek eksisting yang telah selesai dibangun.
Analisis dilakukan pada kedua bangunan acuan dan kemudian dilakukan
pemodelan untuk mendapatkan nilai HSBGN. Pemodelan dilakukan untuk setiap
daerah beban gempa yaitu Daerah A (beban gempa tinggi), Daerah B (beban
gempa sedang) dan Daerah C (beban gempa rendah). Hasil penelitian ini
menunjukan nilai HSBGN dari Model 1 tidak terpengaruhi oleh perbedaan beban
gempa. Hal ini memudahkan untuk dibuatnya standar perancangan struktur
khusus sebagai acuan desain dan konstruksi untuk bangunan dengan tipe seperti
Bangunan Model 1. Usulan ini didukung dengan belum adanya standar
perancangan untuk bangunan Dinding Terkekang di Indonesia meskipun Teknik
konstruksi ini sangat umum dilakukan di lapangan. Berbeda dengan Bangunan
Model 1, kebutuhan pekerjaan struktural pada Bangunan Model 2 dipengaruhi
oleh perbedaan daerah beban gempa. Untuk menyamaratakan kebutuhan struktur
di seluruh Indonesia tanpa mempertimbangkan perbedaan beban gempa dapat
menimbulkan masalah. Maka dari itu, HSBGN untuk tipe Bangunan Model 2
harus dibedakan pada setiap daerah beban gempa. Membedakan biaya untuk
setiap daerah gempa bagi bangunan dengan tipe serupa dengan Model 2 ini
memberikan manfaat optimalisasi anggaran untuk beda daerah dan rasa aman
untuk tingkat kegempaan yang tinggi. Selain itu dilakukan juga perbandingan
hasil dari HSBGN pemodelan dengan HSBGN yang saat ini berlaku. Hasilnya
adalah nilai Model HSBGN dari penelitian ini lebih rendah daripada HSBGN
yang saat ini berlaku. Faktor yang paling mempengaruhi hasil ini yaitu
karakteristik bangunan. Bangunan Pendidikan merupakan bangunan yang
sederhana secara arsitektural dibandingkan dengan bangunan perkantoran yang
menyertakan aspek kemewahan. Hal ini berpengaruh besar terhadap nilai proyek
bangunan. Lebih kecilnya nilai dari Model HSBGN ini menunjukan bahwa
HSBGN yang saat ini berlaku masih dapat digunakan dan tidak dibutuhkan
pembaharuan. Namun HSBGN untuk Bangunan Pendidikan tetap dibutuhkan. Hal
ini dilakukan untuk meningkatkan efisiensi penggangaran bangunan Pendidikan.
Peningkatkan efisiensi estimasi biaya akan membantu perbaikan kinerja sistem
pemerintah karena akan membuat peningkatan pada alokasi pendanaan sehingga
biaya yang berlebih ini dapat digunakan untuk kepentingan lainnya. Penggunaan
HSBGN yang saat ini berlaku memiliki nilai yang jauh lebih besar dibandingkan
dengan proyek eksisting. Hal ini mengurangi kinerja HSBGN itu sendiri sebagai
estimasi biaya. Meskipun penggunaannya hanya untuk estimasi biaya konseptual
namun akan lebih membantu apabila dapat dengan lebih baik mewakili nilai yang
sesungguhnya dilapangan untuk kepentingan optimalisasi penganggaran.