Abstract :
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan persamaan dan perbedaan konsep tentang dosa dan pertobatan dalam ritus oke saki masyarakat adat Wangkung Rahong dengan konsep tentang dosa dan pertobatan dalam Gereja Katolik dan merumuskan implikasi pastoral dari persamaan dan perbedaan tersebut.
Metode yang dipakai dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif. Obyek yang diteliti adalah konsep masyarakat adat Wangkung Rahong tentang dosa dan pertobatan dalam ritus oke saki dan juga konsep Gereja Katolik tentang dosa dan pertobatan. Wujud data berupa kata, frasa, kalimat, lokasi, orang-orang yang berpartisipasi, barang yang dipakai dalam ritus dan juga hewan kurban dalam ritus oke saki. Sumber data dalam penelitian ini adalah data kepustakaan dan data lapangan. Yang dimaksudkan dengan data kepustakaan adalah buku-buku, artikel, majalah, internet dan dokumen-dokumen yang berhubungan dengan tema penelitian. Sedangkan sumber data lapangan adalah lokasi penelitian dan tokoh-tokoh adat dan tokoh-tokoh masyarakat Wangkung Rahong. Untuk data kepustakaan, peneliti membaca dan mengumpulkan berbagai informasi dari buku-buku, artikel, majalah, internet, dan dokumen-dokumen yang berhubungan dengan tema penelitian. Untuk data lapangan, metode yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara dengan informan kunci dan pengamatan lapangan. Berhubungan dengan wawancara, peneliti mencatat dan merekam hasil wawancara dengan informan kunci. Sedangkan untuk metode pengamatan lapangan, peneliti tinggal di lokasi penelitian selama kurang lebih tiga bulan.
Berdasarkan hasil penelitian, disimpulkan bahwa terdapat beberapa persamaan dan perberdaan antara konsep tentang dosa dan pertobatan dalam ritus oke saki masyarakat adat Wangkung Rahong dengan konsep Gereja Katolik tentang dosa dan pertobatan. Adapun beberapa persamaan konsep tentang dosa dalam ritus oke saki masyarakat adat Wangkung Rahong dengan konsep tentang dosa dalam Gereja Katolik adalah sebagai berikut. Pertama, masyarakat Wangkung Rahong dan Gereja Katolik sama-sama mengakui dosa sebagai suatu kenyataan dalam hidup. Kedua, masyarakat Wangkung Rahong dan Gereja Katolik sama-sama berpandangan bahwa perbuatan dosa dapat mendatangkan hukuman. Ketiga, Bagi orang Wangkung Rahong dan bagi Gereja, dosa selalu bercorak multidimensional.
Selain terdapat persamaan, ada juga beberapa perbedaan mendasar antara konsep dosa dalam ritus oke saki masyarakat adat Wangkung Rahong dengan konsep Gereja Katolik. Beberapa perbedaan tersebut adalah sebagai berikut. Pertama, Orang Wangkung memang pada dasarnya memiliki konsep tentang dosa asal. Namun konsep itu tidak terang seperti dalam Gereja Katolik.
Kedua, Ada perbedaan yang cukup mendasar antara konsep orang Wangkung Rahong dengan konsep Gereja Katolik berkaitan dengan hukuman atas dosa. Bagi orang Wangkung Rahong, hukuman atas dosa merupakan sesuatu yang ditimpakan dari luar diri manusia. Hukuman atas dosa berasal dari Yang Ilahi dan roh para leluhur. Hukuman itu merupakan manifestasi kemarahan mereka. Sedangkan bagi Gereja Katolik. hukuman atas perbuatan dosa pada dasarnya bukan merupakan sesuatu yang berasal dari luar yang dikenakan pada diri manusia, melainkan konsekuensi langsung dari perbuatan manusia yang melanggar hakikat dirinya. Ketiga, Orang Wangkung Rahong pada dasarnya lebih menonjolkan dimensi sosial dari dosa, sedangkan Gereja Katolik lebih menonjolkan dimensi personal.
Adapun beberapa persamaan antara konsep tentang pertobatan dalam ritus oke saki masyarakat adat Wangkung Rahong dengan konsep tentang pertobatan menurut Gereja Katolik sebagai berikut. Pertama, orang Wangkung Rahong dan Gereja Katolik sama-sama memaknai pertobatan sebagai suatu peristiwa rekonsiliasi atau pendamaian. Kedua, pertobatan merupakan usaha manusia. Ketiga, pertobatan bersifat multidimensional.
Kendati memiliki beberapa persamaan, konsep orang Wangkung Rahong dan konsep Gereje Katolik tentang pertobatan tetap memiliki beberapa perbedaan mendasar. Pertama, Ada perbedaan motivasi yang cukup mendalam antara usaha rekonsiliasi orang Wangkung dengan rekonsiliasi bagi Gereja Katolik. Motivasi rekonsiliasi orang Wangkung Rahong adalah ketakutan. Sedangkan bagi Gereja Katolik, motivasi dasar pertobatan adalah penyesalan yang tulus yang didorong oleh kesadaran akan besarnya kasih Allah bagi manusia.
Kedua, bagi orang Wangkung, pendamaian relasi dengan Yang Ilahi dan roh para leluhur itu adalah semata-mata usaha manusia. Bagi Gereja, selain sebagai usaha manusia, pertobatan itu pertama-tama merupakan karya rahmat Allah. Kesatuan antara rahmat Allah dan penyerahan diri manusia dan usaha konkret pertobatannya adalah inti pokok pertobatan dan penjamin keselamatan manusia itu sendiri. Ketiga, Orang Wangkung Rahong lebih menonjolkan dimensi sosial dari pertobatan, sedangkan Gereja Katolik lebih menonjolkan dimensi personal.
Adapun beberapa implikasi perbandingan tersebut bagi karya pastoral Gereja itu adalah sebagai berikut.