Abstract :
Penulisan skripsi ini mempunyai beberapa tujuan antara lain sebagai
berikut. Pertama, mengetahui jalan kehidupan Mahatma Gandhi, memahami
perjuangan perdamaiannya dengan cara yang unik atas prinsip ahimsa (tanpa
kekerasan) dan mengetahui pemikiran-pemikirannya. Kedua, mengetahui latar
belakang dan maksud dari ensiklik Pacem in Terris yang dikeluarkan oleh Paus
Yohenes XXIII pada tahun 1963 sebagai tanggapan atas situasi dunia yang kacau.
Ketiga, memahami relasi antara perjuangan Mahatma Gandhi dan usaha Gereja
dalam menciptakan perdamaian yang tertuang dalam ensiklik Pacem in Terris.
Keempat memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Strata Satu (S1)
pada Sekolah Tinggi Filsafat Katolik Ledalero, 2020.
Latar belakang penulisan skripsi ini adalah realitas dunia pada umumnya
dan Indonesia pada khususnya yang masih diwarnai dengan berbagai konflik
sampai saat ini. Konflik sering dipicuh oleh perbedaan-perbedaan dalam berbagai
aspek kehidupan manusia. Konflik dalam konteks kehidupan berbangsa dan
bernegara Indonesia sering disebabkan oleh isu SARA (suku, ras, agama dan
golongan). Demikian pula perbedaan kepentingan dalam bidang politik, ekonomi,
sosial dan budaya juga menjadi pemicuh terjadinya konflik. Oleh karena itu,
perdamaian akan selalu diusahakan oleh manusia sepanjang segala zaman.
Mahatma Gandhi dan Paus Yohanes XXIII melalui ensiklik Pacem in Terris hadir
sebagai referensi bagi bangsa Indonesia dalam usaha menciptakan perdamaian.
Objek kajian skripsi ini adalah Mahatma Gandhi sebagai sosok pencinta
damai dalam perbandingannya dengan ensiklik Pacem in Terris yang ditulis oleh
Paus Yohanes XXIII pada tahun 1963. Keduanya mempunyai kesamaan maksud
dan tujuan. Metode yang digunakan penulis adalah studi kepustakaan. Penulis
berusaha mencari, membaca dan menganalisis buku-buku, jurnal dan tulisantulisan
lainnya yang berhubungan dengan tema ini.
Berdasarkan hasil kajian, penulis menyimpulkan bahwa masalah
perdamaian tidak akan pernah berhenti untuk diperjuangkan. Usaha menciptakan
perdamaian dapat dilakukan dengan cara yang rasional atas dasar kebenaran,
keadilan, cinta kasih dan kebebasan. Mahatma Gandhi melalui perjuangan
politiknya telah berhasil membuktikan kepada dunia bahwa konflik dapat diatasi
secara damai. Hal ini terbukti dalam perjuangannya untuk menciptakan
perdamaian di India dengan prinsip ahimsa yaitu prinsip mencintai semua orang
sebagai manusia ciptaan Tuhan. Demikian pula Paus Yohanes XXIII melalui
ensiklik Pacem in Terris menyerukan perdamaian kepada seluruh dunia dengan
himbauan-himbauan yang bersifat manusiawi. Misalnya ia menyerukan tentang
penghentian produksi senjata oleh setiap negara dapat memicuh terjadinya
peperangan.
Keduanya juga menekankan pentingnya menanamkan nilai-nilai religius
kepada setiap individu yang mempunyai dampak bagi usaha mencipatakan
kedamaian dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Kedamaian mempunyai
hubungan yang erat dengan kesejahteraan umum. Usaha menciptakan
kesejahteraan umum dapat dilakukan dengan menjalankan hak dan kewajiban
secara seimbang baik oleh para pejabat negara maupun oleh warga negara.
Sebagai relevansinya bagi bangsa Indonesia, ada dua hal yang harus
diperhatikan yaitu penanaman nilai-nilai religius dan semangat nasionalisme.
Nilai-nilai religius dapat diperoleh dari setiap ajaran agama yang anut oleh
masing-masing warga negara. Bangsa Indonesia mengakui adanya Tuhan Yang
Maha Esa sebagai sumber dan rujukan moral bangsa. Semangat nasionalisme atau
cinta kepada negara dapat memupuk persatuan bangsa. Persatuan bangsa dapat
diusahakan melalui sikap toleransi atau mencintai perbedaan-perbedaan yang ada
di Indonesia. Mencintai perbedaan merupakan salah satu kewajiban yang harus
dilakukan oleh setiap warga negara. Sedangkan para pejabat negara mempunyai
tanggung jawab untuk menjamin hak setiap warga negara, termasuk hak untuk
hidup damai di negara Indonesia yang multikultural ini. Oleh karena itu cinta
kepada negara dapat dilakukan dengan menuntut hak dan menjalankan kewajiban
secara seimbang.
Pada bagian penutup, penulis mempunyai anjuran-anjuran kepada
beberapa pihak. Pertama, kepada agen-agen sosialisasi seperti orang tua dan
sekolah agar memperhatikan pentingnya menanamkan nilai-nilai religius,
semangat nasionalisme dan sikap toleransi kepada anak-anak mereka. Kedua,
kepada masyrarakat agar patuh menjalankan kewajiban-kewajiban sebagai warga
negara. Ketiga, kepada pemerintah agar menjamin pemenuhan hak-hak bagi setiap
warga negara.