Institusion
INSTITUT FILSAFAT DAN TEKNOLOGI KREATIF LEDALERO
Author
WADA, Yoakim Elton Subang
Subject
B Philosophy (General)
Datestamp
2020-11-08 23:21:10
Abstract :
Sudah menjadi kebiasaan memotret sejarah modernitas sebagai
perseteruan agama dan sains. Perseteruan ini kerapkali terjadi karena perbedaan
posisi teoretis yang menempatkan agama dan sains dalam hubungan asimetris
akibat pemahaman yang berlainan atas persoalan tentang kebenaran. Meskipun
secara in se agama dan sains sebenarnya tidak bertentangan terutama karena
keduanya adalah produk pengetahuan manusia, sejarah mencatat bahwa dialektika
keduanya tidak dapat dielakkan begitu saja. Pencarian atas kebenaran kerapkali
menjadi bermasalah justru karena masing-masing pihak mengklaim diri sebagai
satu-satunya jalan kebenaran, terjebak dalam kesadaran yang positivistik dan
hegemonik serentak berupaya menegasikan satu sama lain.
Posisi teoretis yang berbeda ini jika tidak diatur secara baik tentu akan
berdampak buruk ketika keduanya terjun dalam tingkat praksis dan menjadi
pedoman bagi tindakan etis manusia. Pasalnya dalam posisi teoretis yang berbeda
ini kerapkali bermain pula di dalamnya berbagai kepentingan dan kekuasaan yang
tidak mengindahkan nilai-nilai kemanusiaan. Atau dengan perkataan lain, tanpa
pemahaman yang memadai dan komprehensif tentang hubungan agama dan sains
pada tingkat teoretis ini, nilai-nilai kemanusiaan dapat dikorbankan akibat
kepentingan pihak-pihak tertentu. Betapa tidak, sudah menjadi kebiasaan bahwa
agama kerapkali dipolitisasi oleh pihak-pihak yang haus kekuasan. Sains
dijadikan kambing hitam oleh kepentingan kapitalis yang terus berupaya
memperkaya diri. Kemurnian sains dan agama yang sejatinya merupakan produk
pengetahuan manusia demi kehidupan manusia itu sendiri akhirnya dinodai oleh
tindakan yang tidak bermartabat.
Namun satu hal positif yang menarik dan menjadi panorama indah yang
masih bisa dipetik dalam sejarah perseteruan agama dan sains ini adalah bahwa
secara praksis, agama dan sains rupanya mampu hidup berdampingan, saling
membutuhkan dan dapat bekerja sama secara baik. Proyek-proyek besar
kemanusiaan yang dijalankan selama ini tak jarang melibatkan kerja sama antara
pandangan-pandangan keagamaan tertentu dan kebijakan-kebijakan saintifik.
Hubungan yang harmonis pada level praksis ini, dengan demikian, mesti terus
dipelihara ketika dewasa ini terdapat begitu banyak persoalan kemanusiaan yang
tidak dapat diselesaikan secara sepihak, baik hanya oleh agama saja maupun oleh
sains semata. Pada titik ini agama dan sains justru dipersatukan berkat upaya
manusia mencari suatu ideal hidup yang baik dalam seluruh tindakan praksis
hidupnya. Oleh karena itu, ideal hidup yang baik yang menjadi tujuan hidup etis
manusia ini perlu menjadi dasar bagi penataan relasi antara agama dan sains.
Untuk menata atau mengatur hubungan agama dan sains ini, sumbangan
pemikiran berbagai pihak tentu sangat dibutuhkan saat ini. Pemikiran Yuval Noah
Harari yang diangkat penulis dalam tulisan ini kiranya patut dipertimbangkan
x
terutama ketika manusia membutuhkan suatu pedoman etis yang bisa menjadi
dasar bagi upaya manusia mencari dan menemukan ideal hidup yang baik
tersebut. Pemikiran Harari ini bagi penulis menjadi penting untuk dipelajari
terutama karena Harari pun secara kritis melihat berbagai proyek besar
kemanusiaan dewasa ini yang jika tidak melibatkan kerja sama agama dan sains
dapat berdampak buruk bagi masa depan kemanusiaan itu sendiri. Oleh karena itu,
berdasar pada pemikiran Yuval Noah Harari, penulis melalui skripsi ini berusaha
mengangkat kembali dialektika hubungan agama dan sains selama ini serta
berbagai hal ikhwal yang berkaitan dengan persoalan etis yang dihadapi manusia
dalam upayanya mencapai ideal hidup yang baik tersebut.