Abstract :
Penulisan ini bertujuan untuk (1) mendeskripsikan dan menjelaskan ritus Tunu dan tata cara pelaksanaannya, dan (2) mendeskripsikan dan menjelaskan makna teologis di balik ritus Tunu. Metode yang dipakai dalam penulisan ini adalah metode kepustakaan dan studi lapangan (deskriptif kualitatif-kuantitatif). Objek yang diteliti adalah Ritus tunu dan tata cara pelaksanaannya pada masyarakat Lasiolat.
Masyarakat Lasiolat merupakan sebuah masyarakat yang sangat menjunjung tinggi nilai-nilai dalam kebudayaan. Kebudayaan-kebudayaan yang mereka miliki terus mereka jaga dan lestarikan. Salah satu kebudayaan yang masih dilestarikan hingga sekarang adalah upacara Tunu. Bagi orang-orang yang menetap di wilayah bagian utara dari Kabupaten Belu ini, roh para leluhur memiliki peran yang sangat penting dalam kehidupan mereka. Di satu sisi leluhur dapat menjadi sosok yang baik dengan selalu menjaga dan melindungi mereka. Namun, di sisi lain leluhur juga bisa memberikan hukuman kepada mereka ketika mereka melakukan perbuatan-perbuatan yang menyimpang. Apabila terjadi hal demikian, maka masyarakat dapat melakukan ritus Tunu sebagai upaya mengembalikan relasinya dengan para leluhur. Ritus tunu dilakukan pasca orang Lasiolat mengalami musibah, seperti menderita sakit penyakit yang tidak bisa disembuhkan dengan bantuan medis atau dengan bantuan obat-obat verbal, kematian hewan peliharaan secara beruntun, musim kemarau berkepanjangan, hasil panen yang gagal dan lain sebagainya. Masyarakat Lasiolat percaya bahwa hukuman-hukuman seperti itu lahir sebagai akibat dari dosa yang mereka lakukan dan membuat roh leluhur menjadi marah. Kepercayaan yang sama meyakinkan masyarakat bahwa ketika mereka melakukan perbuatan jahat atau dosa, maka bukan hanya relasi di antara mereka dengan leluhur yang terputus tetapi juga relasi mereka dengan alam ciptaan lain dan Wujud Tertinggi yang mereka sebut sebagai Nai Luli Waik Nai Manas Waik. Pada titik ini, dapat disimpulkan bahwa
ritus tunu merupakan sebuah upaya yang dilakukan untuk memulihkan hubungan di antara orang Lasiolat dengan leluhur mereka Sehingga setiap kali mereka melakukan kesalahan yang berakibat pada kemarahan dari para leluhur maka ritus tunu mau tidak mau harus dilakukan.
Dari alasan-alasan ini, penulis tertarik untuk menggali lebih jauh makna terdalam di balik pelaksanaan ritus tunu. Untuk menggalinya, penulis coba menggunakan teks-teks teologi dan menemukan bahwa antara ritus tunu dan makna teologis Kristen terdapat suatu relevansi yang sangat dekat. Ritus tunu sebagai situs ulayat masyarakat Lasiolat sesungguhnya memiliki makna teologis. Pertama-tama penulis mengumpulkan data tentang realitas hidup masyarakat Lasiolat, baik letak geografisnya, sistem mata pencahariannya, sistem kepercayaan, sistem pendidikan, bahasa persatuan, dan sistem kekerabatan yang terdapat di sana. Setelah itu, penulis membuat penelitian tentang ritus Tunu dan tata cara pelaksanaannya. Awalnya penulis merasa kesulitan untuk mendapatkan data dari ritus ini, tetapi dengan bantuan informasi dari para tua adat dan tokoh masyarakat Lasiolat, akhirnya penulis dapat merangkum semua penelitian dengan baik dan benar serta sampai pada satu kesimpulan yang valid. Metode yang penulis gunakan untuk mendapatkan informasi tentang ritus tunu adalah yakni dengan wawancara. Selain itu, untuk menambah informasi terkait ritus tunu, penulis juga melakukan penyelidikan terhadap sumber-sumber terkait. Dari informasi yang didapatkan, penulis menyimpulkan bahwa ritus Tunu merupakan sebuah warisan leluhur orang Lasiolat yang kaya akan nilai-nilai religius dan mengandung makna teologis. Untuk mendapatkan makna teologis di balik ritus tunu, penulis menggunakan empat unsur penting dalam teologi, yakni mengani Allah, wahyu, Iman, dan manusia. Dari keempat unsur itu, penulis membandingkan dengan unsur-unsur yang terdapat dalam ritus tunu. Dari hasil perbandingan, penulis mendapatkan dua makna teologis yang terkandung dalam ritus tunu. Pertama, ritus tunu menegaskan konsep Wujud Tertinggi sebagai pencipta dan penyelamat dan kedua ritus tunu adalah sebuah tindakan iman masyarakat Lasiolat.
Pada bagian akhir dari karya tulis ini, penulis mencoba menawarkan kepada agen pastoral yang bekerja di sana agar dapat membantu orang Lasiolat
untuk menumbuhkembangkan iman seturut ajaran Kristen. Para agen pastoral dapat memberikan pemahaman secara tepat terkait keberadaan ritus tunu sehingga masyarakat yang berpegang pada inti iman kristen dapat beriman secara baik dan benar. Sebab menurut pengamatan penulis, kehadiran Gereja sejauh ini belum terlalu nampak dalam kehidupan masyarakat Lasiolat. Gereja baru hadir secara fisik, tetapi belum menyentuh aspek batiniah kehidupan iman masyarakat.