Abstract :
Ritus Fua Pah merupakan upacara penyembahan terhadap (roh) alam. Tradisi ritus ini diwariskan secara turun-temurun dan menjadi kekhasan serta kekayaan bagi masyarakat suku Lopo Metan. Dalam upacara ritus Fua Pah terdapat sejumlah perangkat nilai yang memiliki fungsi dan makna yang sangat dalam bagi kehidupan mereka. Sejumlah perangkat nilai tersebut turut membentuk cara hidup dan pola tingkah laku serta relasi mereka baik antar-sesama dalam suku maupun dengan Wujud Tertinggi, roh leluhur dan roh alam. Nilai-nilai itu antara lain nilai persatuan, kerukunan, keharmonisan, cinta kasih, persaudaraan, kesetiaan dan ketaatan. Nilai-nilai tersebut mendorong mereka untuk mengakui bahwa Allah sungguh hadir sebagai pribadi atau perantara yang memprakarsai seluruh siklus hidup dan karya mereka. Selain itu, sebagai umat Katolik, mereka pun menghidupi nilai-nilai Kristiani, seperti nilai kebenaran, kekudusan, cinta kasih, kesetiaan dan ketaatan. Nilai-nilai dalam ajaran Katolik tersebut sebagai dasar bagi semua kaum beriman yang mengakui Yesus Kristus sebagai penyelamat dunia termasuk masyarakat suku Lopo Metan.
Masyarakat suku Lopo Metan yakin bahwa nilai-nilai yang terkandung dalam ritus Fua Pah merupakan identitas budaya. Nilai-nilai tersebut dapat menjadi pedoman hidup bagi karya mereka di dunia. Oleh karena itu, nilai-nilai itu patut dipertahankan dan dihayati dalam hidup setiap hari. Nilai-nilai kebudayaan, sebagaimana yang terkandung dalam ritus Fua Pah masyarakat suku Lopo Metan perlu diangkat dan dimaknai secara lebih baru sesuai dengan semangat Injil Kristus. Ritus ini berhubungan dengan suatu upaya penyembahan dan penghormatan terhadap roh alam dan para leluhur yang berpengaruh signifikan terhadap usaha pengolahan lahan masyarakat suku Lopo metan. Dari ritus ini, tampak bahwa masyarakat suku Lopo Metan meyakini bahwa alam semesta itu adalah pemenuh segala kebutuhan manusia. Dengan ritus tersebut, mereka memohon ijin kepada roh alam dan para leluhur untuk mengolah alam sesuai dengan kebutuhan mereka. Pemahaman ini tentunya dapat menggiring mereka untuk bertindak semena-mena terhadap alam, sebab walaupun mereka berusaha menjaga keharmonisan dengan alam, alam tetap hanya dilihat sebagai objek pemenuh kebutuhan manusia belaka. Di sini, pelayan pastoral, berlandaskan pada terang ajaran Kristiani, perlu mengarahkan masyarakat bahwa alam semesta adalah saudara/saudari sesama ciptaan Tuhan yang perlu dihormati. Segala sesuatu yang ada di alam semesta ini berada dalam suatu relasi saling tergantung satu sama lain dan diciptakan oleh Tuhan yang satu dan sama.