DETAIL DOCUMENT
Menilai Pelacuran Dari Perspektif Teologi Tubuh Yohanes Paulus II
Total View This Week12
Institusion
INSTITUT FILSAFAT DAN TEKNOLOGI KREATIF LEDALERO
Author
MBABHO, Fransiskus
Subject
BR Christianity 
Datestamp
2020-10-16 05:24:14 
Abstract :
Penulisan ini bertujuan untuk (1) mendeskripsikan persoalan pelacuran dan penilaian terhadapnya dari perspektif Teologi Tubuh Yohanes Paulus II, dan (2) untuk memenuhi persyaratan akademik, guna memperoleh gelar Strata Satu (S1) pada Sekolah Tinggi Filsafat Katolik Ledalero. Metode yang dipakai dalam penelitian ini adalah kepustakaan. Penulis melakukan studi literatur kepustakaan terkait ajaran Teologi Tubuh Yohanes Paulus II. Penulis mencoba menggali dan mendalami ajaran Teologi Tubuh Yohanes Paulus II, sebagai sumber rujukan untuk menjawab persoalan terkait tindakan pengobjekan tubuh dalam dunia pelacuran. Pelacuran merupakan tindakan penjualan tubuh, dengan tujuan untuk memenuhi hasrat seksual juga kebutuhan ekonomi. Tubuh dengan kenyataan seksualitasnya direduksi, direkayasa, dan akhirnya diperjualbelikan sehingga mulai kehilangan makna asalinya. Praktik pelacuran sama sekali tidak mengekspresikan cinta. Dalam dunia pelacuran, hubungan seksual hanya sebatas pemenuhan nafsu seksual semata, bukan sebagai bentuk pengungkapan cinta sebagai makluk berpribadi yang secitra dengan Allah. Dengan demikian, praktik pelacuran merupakan tindakan yang mencederai arti tubuh sebagai gambaran Allah. Jika dilihat dari sudut pandang Teologi Tubuh yang Yohanes Paulus II maka persetubuhan dalam dunia pelacuran adalah bentuk pengobjekan tubuh. Manusia mereduksi tubuh yang bermartabat menjadi barang atau materi yang bisa digunakan sesuka hati demi memperoleh uang atau mencapai kenikmatan. Teologi Tubuh yang digagaskan Yohanes Paulus II, berisikan seruan untuk melihat kembali arti tubuh manusia sebagai simbol kehadiran Allah. Yohanes Paulus II lebih menekankan pada konsep tubuh yang memiliki arti nupsial, simbolis, tubuh yang ternoda dan yang telah ditebus. Ia menegaskan bahwa, untuk mengerti tubuh yang sesungguhnya, orang harus kembali ke awal penciptaannya. Selanjutnya, terkait perkawinan, ia menitikberatkan refleksinya pada konsep cinta yang bertanggung jawab, cinta yang memandang pribadi orang lain bukan sebagai objek melainkan sebagai subjek yang sepadan dengannya. Ia memahami persetubuhan sebagai inkarnasi di mana dengan memahami penjelmaan Yesus menjadi manusia orang dapat memahami tubuhnya dan tubuh orang lain sebagai pribadi. Selain itu, persetubuhan harus memuat aspek persatuan dan prokreasi. Oleh sebab itu, segala bentuk pengobjekan terhadap tubuh sama sekali tidak memuat arti tubuh yang sesungguhnya. Berdasarkan realitas tersebut, penulis mengajak semua orang untuk merefleksikan arti tubuh seturut ajaran Teologi Tubuh Yohanes Paulus II, dengan melihat kembali makna tubuh sejak awal mula yakni berdasarkan citra Allah. Tubuh pada awalnya diciptakan baik adanya. Kebaikan tubuh manusia terungkap dalam kodratnya sebagai makhluk yang berpribadi. Tubuh yang berpribadi menegaskan bahwa tubuh manusia lebih unik dari tubuh yang lain, meskipun sama-sama sebagai ciptaan. Tubuh dikatakan sebagai pribadi, karena manusia diciptakan menurut gambar dan rupa Allah sendiri. Keserupaan inilah yang mengungkapkan tubuh manusia sebagai pribadi, yang harus dihargai dan dihormati, bukan untuk diperalatkan. 
Institution Info

INSTITUT FILSAFAT DAN TEKNOLOGI KREATIF LEDALERO