DETAIL DOCUMENT
Konsep Tubuh Sebagai Korban Dalam Perspektif Hidup Selibat Dan Perkawinan Katolik
Total View This Week12
Institusion
INSTITUT FILSAFAT DAN TEKNOLOGI KREATIF LEDALERO
Author
WANGGU, Simforianus Kabrini
Subject
BR Christianity 
Datestamp
2020-10-17 03:06:15 
Abstract :
Penelitian ini bertujuan untuk (1) mendeskripsikan konsep tubuh sebagai korban, dan (2) mendeskripsikan konsep tubuh sebagai korban dalam perspektif hidup selibat dan perkawinan Katolik. Metode yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah deskripsi kualitatif. Objek yang diteliti adalah konsep tubuh manusia secara umum dan konsep tubuh sebagai korban dalam model panggilan hidup selibat dan perkawinan Katolik. Sumber data utama berupa data sekunder dari penelitian kepustakaan. Penulis menggunakan literatur kepustakaan dengan cara membaca sumber dan mengambil gambar melaui foto yang nanti akan digunakan penulis dalam menyusun skripsi ini. Selain itu, penulis juga mengambil sumber-sumber dari internet demi melengkapi tulisan ini. Panggilan hidup selibat dan perkawinan adalah dua model panggilan dalam hidup Katolik sebagai anggota Gereja. Dalam menjalani kedua model panggilan hidup ini, setiap orang memiliki tugas dan tanggung jawabnya masing-masing yang harus diemban dan dipenuhi. Dalam hidup selibat misalnya seorang imam selibater menjalankan tugasnya sebagai imam yang memimpin ekaristi dan melayani sakramen lainnya dalam tugas pastoralnya. Selain itu dalam hidup perkawinan, suami-istri menajalani hidup untuk berumah tangga dengan bertanggung jawab melahirkan dan mendidik anak. Namun dalam kenyataan hidup sehari-hari, orang terkadang keliru dan salah memandang konsep dan cara hidup dari model panggilan hidup yang lain. Dari pandangan yang keliru ini akan berdampak dengan adanya sikap saling merendahkan model panggilan hidup yang lain dan tidak menghargainya. Perbedaan pandangan ini semakin nampak dalam hal yang nyata yang membedakan kedua model panggilan hidup ini dalam menjalani panggilan hidupnya, yaitu perihal kawin dan tidak kawin. Orang yang menjalani panggilan hidup berkeluarga adalah mereka yang sudah sah dalam ikatan perkawinan yang suci untuk membentuk keluarga dan menjalani tujuan dari perkawinan itu untuk bisa menghasilkan anak dengan melakukan tindakan persetubuhan. Dalam hal ini, para suami-istri yang hidup berkeluarga bisa kawin dan melakukan hubungan seksual secara sah dan normal. Sedangkan bagi mereka yang memilih hidup selibat adalah mereka yang mempersembahkan hidupnya dengan tidak kawin demi Kerajaan Allah. Dalam hal ini, kaum selibater tidak bisa kawin karena mereka mempersembahkan diri dan tubuhnya untuk Tuhan. Kenyataan menunjukkan bahwa di antara kedua model panggilan hidup ini, orang saling merendahkan kehidupan satu sama lain. Dari orang yang hidup berkeluarga (menikah) cenderung melihat orang yang hidup selibat sebagai orang yang tidak normal karena melawan kodrat dengan tidak kawin. Begitu juga sebaliknya, dari kaum selibat memandang orang yang menikah sebagai orang yang tidak suci dan kudus karena sudah dinodai dengan tindakan persetubuhan. Di sini tubuh menjadi objek yang menyebabkan perbedaan pandangan di antara keduanya. Jika tubuh digunakan untuk berhubungan seksual, maka tubuh menjadi tidak suci lagi, dan ketika tubuh tidak digunakan dalam hubungan seksual, maka tubuh dilihat sebagai sesuatu yang tidak berguna karena melawan kodrat dengan tidak kawin. Di sinilah letak perseteruan antara hidup selibat dan perkawinan Katolik yang menurut penulis harus dikaji dan diatasi sedini mungkin. Penulis dalam skripsi ini mencoba menjembatani konsep dan pandangan yang keliru di antara kedua model kehidupan di atas dengan jalan keluar konsep tubuh sebagai korban. Di sini tubuh dikorbankan bukan semata-mata dilihat sebagai objek yang bisa atau tidak bisa digunakan dalam hubungan seksual, tetapi bagaimana tubuh itu menjadi unsur yang paling penting dalam hidup dan diri manusia sebagai pribadi yang bertubuh. Di sini penulis coba mengangkat lagi martabat dan nilai tubuh yang selama ini cenderung dilihat dari sisi yang negatif semata. Penulis mencoba melihat tubuh sebagai satu kesatuan utuh dalam diri manusia, apapun bentuk panggilan hidup yang ia jalani, tubuh tetaplah suci dan kudus karena ia menjadi perantara untuk menghadirkan Kerajaan Allah dan untuk menyingkapkan misteri Allah yang tidak kelihatan dalam tubuh manusia yang kelihatan. Konsep tubuh sebagai korban yang dimaksudkan oleh penulis adalah sesuatu yang menyatakan kebaktian dan kesetiaan terhadap tugas yang diberikan dan mempertangung jawabkannya di hadapan Allah dan sesama. Di sini, tubuh dijadikan sebagai korban bagi Allah dan sesama. Lewat tubuh yang dikorbankan, setiap orang dengan panggilan yang ia jalani bisa memberikan diri yang terbaik bagi Allah dan sesama. Konsep tubuh sebagai korban dilandasi dari pandangan teologis tentang tubuh yang melampaui pandangan filosofis, pandangan antrpologis dan sosiologis tentang tubuh yang hanya melihat tubuh dikorbankan untuk mencari keuntungan sesaat dan melihat tubuh dari dua sisi yang berlawanan, antara yang baik dan yang jahat, yang suci dan kotor. Oleh karena itu, tubuh sebagai korban yang kudus adalah tubuh yang satu yang terdapat dalam hidup selibat dan perkawinan Katolik, yang  
Institution Info

INSTITUT FILSAFAT DAN TEKNOLOGI KREATIF LEDALERO