Abstract :
Tradisi siraman sebelumpernikahan bertujuan untuk menjauhkan seseorang dari nasib buruk, mendapatkankeselamatan, dan kesejahteraan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisishabitus, modal, ranah, dan praktik sosial masyarakat desa Tondowulan terkait tradisisiraman sebelum pernikahan. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif denganpendekatan struktural genetis. Teoriyang digunakan pada penelitian ini adalah teori praktik sosial dari PierreBourdieu yang membahas tentang praktik sebagaiakibat dari hubungan dualitas antara struktur dan agen dalam mempresentasikandunia sosial. Lokasi penelitian ini dilakukan di Desa Tondowulan kecamatanPlandaan kabupaten Jombang. Subyek penelitian ini adalah masyarakat desaTondowulan, agen budaya (dalang), dan tokoh masyarakat. Hasil penelitian inimenunjukkan bahwa habitus masyarakat Desa Tondowulan dalam melakukan siramansebelum pernikahan memiliki praktik yang berbeda sesuai dengan kepercayaanmereka. Habitus siraman masyarakat sebelum pernikahan dipengaruhi oleh faktorinternal dan faktor eksternal. Modal masyarakat desa dan agen budaya yangdominan adalah modal sosial. Agen budaya dan masyarakat desa memiliki relasibaik yang mampu menciptakan keuntungan, namun relasi antar agen budaya dalammemimpin ritual sering terjadi konflik internal dan dominasi. Ranah masyarakatdan agen budaya adalah saat penyelenggaraan tradisi serta pencapaian tujuan.Praktik sosial siraman sebelum pernikahan di desa Tondowulan secara garis besarmenjadi dua kategori, yakni praktik dikalangan masyarakat abangan dan kalanganmasyarakat santri. Golongan masyarakat abangan melakukan siraman sebelumpernikahan menggunakan budaya lokal, yakni tradisi mayangi. Ritual mayangi inidipimpin oleh dalang dengan menggunakan media pewayangan. Bagi sebagiangolongan masyarakat santri menggunakan praktik yang berbasis nilai-nilai ajaranagama Islam yang dipimpin oleh kyai. Praktik yang digunakan adalah ritual manakiban.Kata Kunci: Ritual siraman, pernikahan, tradisi mayangi, manakib, praktik sosial