Abstract :
Mangrara Tongkonan merupakan salah satu kebudayaan masyarakat suku Toraja, yang dilaksanakan sebagai tanda pengucapan syukur. Dalam upacara tersebut, keluarga mengadakan persembahan dan penyembahan kepada tiga oknum (Puang Matua, Dewa dan arwah leluhur) yang dipercayai akan mendatangkan berkat dan pemeliharaan kepada keluarga yang melaksanakan upacara atau ritus tersebut. Selain itu, juga dipercayai sebagai upacara penghapusan dosa atau kesalahan keluarga mulai dari proses pembangunan, sampai selesainya tongkonan tersebut dibangun.
Di Lembang Issong Kalua?, Kecamatan Buntao? Rantebua tepatnya di Tongkonan Katodoloan (Todolo Tandung), ternyata praktek Aluk Todolo (parandangan) masih juga dilaksanakan dalam upacara mangrara tongkonan. Padahal, anggota keluarga tongkonan tersebut sebagian besar telah menganut agama Kristen, yang dalam hal ini keluarga dari tongkonan tersebut menganut paham dualisme.
Tak dapat disangkal bahwa di satu sisi mangrara tongkonan yang dilaksanakan di Tongkonan Katodoloan mempunyai nilai dan makna yang sangat penting, karena dalam upacara tersebut terkandung nilai sosial, persekutuan dan kegotongroyongan antar masyarakat dan khususnya bagi anggota keluarga tongkonan. Namun di sisi lain, mangrara tongkonan yang dilaksanakan tersebut ada nilai yang sangat bertentangan dengan Firman Tuhan. Oleh karena itu, hal demikian merupakan tantangan besar bagi Gereja, Gereja mesti mengambil sikap selektif dan kritis dalam melihat setiap aluk dan adat yang dilaksanakan oleh masyarakat Toraja.